jpnn.com - Sekelompok pemuda Selandia Baru dan Ghana bergerak pada jalur sosial dan budaya. Sebuah medan perang yang khas.
’’Saya menginginkan kaum muda Selandia Baru ikut menyumbangkan pikiran dan suara mereka dalam sistem pendidikan bangsa ini,’’ kata Menteri Pendidikan Selandia Baru Chris Hipkins sebagaimana diberitakan situs stuff.co.nz akhir bulan lalu.
BACA JUGA: Agen Youthquake Perjuangkan Cita-Cita Dunia Bebas Nuklir
Harapan politikus 39 tahun itu pun langsung diwujudkan dalam bentuk Youth Advisory Group. Di sanalah para pemuda pilihan Selandia Baru berkiprah di dunia pendidikan.
Saat ini Youth Advisory Group punya 12 anggota. Mereka adalah para siswa pilihan dari berbagai penjuru Negeri Kiwi. Mereka berusia 14–18 tahun.
BACA JUGA: Youthquake, Fenomena Pengubah Wajah Dunia
Selain 12 siswa pilihan itu, Youth Advisory Group punya sekitar 150 anggota yang bekerja di dunia maya. Mereka menjadi kepanjangan tangan badan tersebut secara online.
Sebab, kaum muda masa kini lebih suka bergaul dan berdiskusi di jagat internet.
’’Kami akan melemparkan isu dalam forum-forum online itu dengan harapan mendapat banyak masukan di bidang pendidikan dari kaum muda,’’ ujar Hipkins.
Sementara itu, di Ghana, muncul gerakan anti kekerasan. Tepatnya, perdamaian di tengah-tengah ketatnya persaingan politik menuju pemilu.
’’Satu per tiga warga Ghana berusia 15–35 tahun. Usia rata-rata kelompok masyarakat itu adalah 21 tahun. Sayangnya, di sana kaum muda tidak melek huruf. Karena itu, pemahaman tentang pemilu damai harus disampaikan secara lisan,’’ terang perwakilan Catholic Relief Services pada Kamis (11/1).
Organisasi nonpemerintah yang berbasis di Amerika Serikat (AS) itu pun lantas menggerakkan kaum muda untuk menjangkau teman-teman mereka tersebut.
Di Tamale, Damongo, dan Navrongo-Bolgatanga, Catholic Relief Services menggunakan radio dan telepon seluler sebagai media komunikasi. Dengan demikian, imbauan-imbauan anti kekerasan bisa disampaikan lewat kata-kata. (hep/c4/dos)
Redaktur & Reporter : Adil