Youthquake, Fenomena Pengubah Wajah Dunia

Minggu, 14 Januari 2018 – 16:23 WIB
Presiden Prancis Emmanuel Macron. Foto: AFP

jpnn.com - Kamus Oxford mengartikan youthquake sebagai gerakan kultural, politik, atau sosial yang signifikan dan muncul dari aksi atau pengaruh kaum muda. Di era 1960-an youthquake juga sempat populer. Tapi, dampaknya tidak sedahsyat kali ini.

Kemunculan kedua youthquake pada 2017 punya gaung yang lebih kuat. Sebab, youthquake lahir kembali lewat kendaraan yang lebih digdaya: politik.

BACA JUGA: Presiden Ganteng Ingatkan Trump Tak Seenaknya Soal Yerusalem

Di Eropa youthquake menjadi populer menjelang pemilihan umum (pemilu) parlemen Inggris pada Juni 2017. Para pemilih muda yang sebagian besar baru pertama ikut nyoblos sukses membuat Partai Konservatif terjungkal.

Partai yang diketuai Perdana Menteri (PM) Theresa May itu memang masih unggul. Namun, mereka kehilangan banyak kursi. Sedangkan Partai Buruh sukses menambah jumlah kursi di parlemen.

BACA JUGA: Lepas dari Saudi, Hariri Segera Kembali ke Lebanon

Dari sana, fenomena youthquake itu menjalar ke Selandia Baru, Australia, dan Amerika Serikat (AS). Selanjutnya, dalam waktu satu semester, youthquake menjadi fenomena yang mendunia.

Di Selandia Baru fenomena tersebut membuahkan hasil maksimal. Tahun lalu Jacinda Ardern terpilih sebagai PM perempuan pertama Negeri Kiwi tersebut. Bahkan, dia juga jadi pemimpin perempuan termuda.

BACA JUGA: Usai Sowan ke Pangeran Muhammad, Hariri Diboyong ke Prancis

Dalam usianya yang 37 tahun, Ardern mampu membuktikan kemampuannya untuk memimpin. Dia membuat dunia tak lagi memandang remeh kaum muda.

Sebelumnya keberpihakan kaum muda pada perubahan dan angin segar juga telah memunculkan presiden termuda di Prancis. Presiden Emmanuel Macron yang saat itu belum genap berumur 40 tahun menggantikan Francois Hollande.

Dia juga memberikan sentuhan perubahan dengan tidak malu-malu mengakui kisah cinta uniknya dengan sang istri yang 24 tahun lebih tua darinya kepada dunia.

Kekuatan para pemilih muda itulah yang kini mulai membuat Pakatan Harapan, koalisi oposisi Malaysia, gundah. Pasalnya, Mahathir Mohamad, kandidat PM mereka, tidak punya kedekatan dengan kaum muda.

Politikus 93 tahun itu bukan Bernie Sanders yang, meski tua, digandrungi para pemilih muda AS. Tapi, di Malaysia bisa jadi itu bukan masalah.

Kemarin, Sabtu (13/1) Strait Times melaporkan bahwa para pemilih muda Malaysia enggan bersinggungan dengan politik.

Data terbaru Election Commission menyebutkan bahwa dua pertiga dari pemilih yang belum daftar ulang adalah mereka yang usianya 20 tahun ke bawah.

Agustus lalu Merdeka Center merilis hasil survei yang menyebutkan 7 dari 10 pemilih muda mengaku tak peduli dengan politik. Dua pertiga di antaranya menganggap politikus sebagai masalah.

”Dari istilah fashion, kini youthquake menjadi kental dengan politik. Semuanya berkat kaum milenial yang menggerakkannya,” ujar Katherine Connor Martin, direktur Program Kata Baru pada Oxford Dictionary, dalam wawancara dengan New York Times.

Susie Dent, lexicographer Inggris, mengatakan bahwa kini istilah tersebut punya makna yang positif. Menurut dia, kini youthquake juga identik dengan harapan dan kekuatan. (hep/c10/dos)

 

Para Pemimpin Produk Youthquake:

• Presiden Prancis Emmanuel Macron

dilantik pada 14 Mei 2017

umur 40 tahun (lahir 21 Desember 1977)

• Kanselir Austria Sebastian Kurz

dilantik pada 18 Desember 2017

umur 31 tahun (lahir 27 Agustus 1986)

• PM Selandia Baru Jacinda Ardern

dilantik pada 26 Oktober 2017

umur 37 tahun (lahir 26 Juli 1980)

• PM Irlandia Leo Varadkar

dilantik pada 14 Juni 2017

umur 38 tahun (lahir 18 Januari 1979)

• PM Islandia Katrin Jakobsdottir

dilantik pada 30 November 2017

umur 41 tahun (1 Februari 1976)

 

Sumber: The National

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pilkada DKI Tak Berefek pada Ekonomi dan Politik


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler