Niat Menteri Agama Baik, tapi Waktunya Salah

Kamis, 24 Mei 2018 – 20:36 WIB
Menteri Agama, Lukman Hakim (kiri). Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi VIII DPR Deding Ishak mengatakan hampir semua anggota komisi meminta Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin mencabut dan menghentikan rilis 200 mubalig.

Menurut dia, mungkin saja niat Lukman baik. Namun, rekomendasi itu dikeluarkan dalam waktu yang tidak tepat.

BACA JUGA: Ditanya Daftar 200 Mubalig, Pak Jokowi Hanya Jawab Begini

“Saya kira niatnya baik, hanya saja timing-nya tidak tepat sehingga menimbulkan polemik di masyarakat,” kata Deding dalam diskusi Di Balik Rekomendasi 200 Mubalig, di gedung DPR, Jakarta, Kamis (24/5).  

Legislator Partai Golkar itu menambahkan rekomendasi itu sangat memberikan dampak kepada mubalig.

BACA JUGA: Kemenag Terbitkan Daftar Dai, Ini Rencana Lain MUI

Deding mengaku ada seorang mubalig bercerita kepadanya telah dicoret oleh tujuh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) karena namanya tidak masuk dalam daftar 200 penceramah yang direkomendasikan Kemenag.

Padahal, jemaah mubalig ini sangat antusiasi. Apalagi, mubalig ini termasuk yang ceramahnya disiarkan di stasiun televisi di Indonesia.

BACA JUGA: Partai Lukman Hakim Turut Sesalkan Rilis 200 Mubalig  

Selain itu,  ujar Deding, ada pula seorang ustaz yang diusir dalam suatu forum ceramah oleh sekelompok massa.

Pihaknya mengaku sudah berdiskusi dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan memastikan bahwa rekomendasi itu lebih banyak mudaratnya.

“Mudah-mudahan insyaallah Pak Menteri sudah mengetahui apa yang menjadi reaksi publik,” katanya. 

Deding mengatakan mubalig hadir untuk menyelesaikan masalah. Jangan sampai, kementerian agama justru menimbulkan permasalahan baru.

Menurut dia, solusi dengan mengeluarkan daftar seperti itu justru menimbulkan perlakuan diskriminatif.

“Kemudian pertanyaannya bagaimana yang tidak di-list?” paparnya.  

Deding berharap polemik ini segera berakhir apalagi di momen tahun politik isu-isu seperti itu rawan digoreng pihak tertentu.

Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Adi Prayitno mengatakan  mubalig dan kiai  tidak pernah mempunyai tradisi seperti negara lain misalnya Malaysia yang terlembaga.

“Jadi mubalig kita tumbuh secara alami dan natural, dan sebutan itu diberikan terhadap masyarakat kepada orang secara individu saleh secara agama Islam, dan menyampaikan kebaikan,” katanya di kesempatan itu.

“Jadi, ketika ada rilis 200 mubalig wajar gaduh karena dari dulu sebutan ustaz, kiai, mubalig,  tidak pernah lahir dari negara,” tambahnya. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Polemik 200 Mubalig Bisa Berdampak Negatif Bagi Jokowi


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler