jpnn.com - LEGALITAS pernikahan WNA pekerja Tiongkok dengan warga lokal di Morosi masih dipertanyakan meski telah resmi menikah
Ada pula yang bingung karena sang anak diboyong ke Negeri Panda.
BACA JUGA: Polisi Kembali Tangkap WNA Pelaku Skimming
---
Filla Fauziah Kasim harus bersabar tiap kali berkomunikasi dengan sang pacar. Meski mereka duduk berhadap-hadapan atau berdampingan, dia harus "bicara" melalui sang perantara dulu.
BACA JUGA: Keluyuran dalam Kondisi Linglung, Bule Belgia Dikurung
Namanya: Google Translate. Dituliskannya apa yang mau dia ucapkan di situ Hasil terjemahan aplikasi itu yang lantas dibaca sang kekasih.
Baru ngeh. "Enam bulan saya pakai Google Translate waktu pacaran," kenang Filla dengan malu-malu.
BACA JUGA: Telat Bayar BPJS Kesehatan, WN Korea Jadi Tersangka
Maklum, pacarnya, Lyu Zhiqiang, WNA yang berasal dari Tiongkok, tak menguasai bahasa Indonesia.
Sedangkan Filla yang lahir dan besar di Morosi, Konawe, Sulawesi Tenggara, juga tak paham satu pun kata dalam bahasa ibu Lyu.
Tapi, kesabaran dan perjuangan keduanya tak sia-sia. Pada 12 Desember 2016, mereka resmi menikah.
Setahun berselang, lahirlah buah cinta mereka, M. Farzan Seif.
Bersandingnya Filla dengan Lyu adalah salah satu efek berbondong-bondongnya pekerja Tiongkok ke Morosi sejak 2015.
Di kota kecamatan itu mereka bekerja di PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI). Dalam berbagai kapasitas.
Sebagian dari mereka lajang; sebagian sudah berkeluarga. Tak satu pun yang datang ke pelosok Konawe, sekitar 40 menit dari Ibu Kota Kendari, itu sembari membawa pendamping. Entah istri atau pacar.
Meski demikian, yang kemudian tertambat hatinya dengan warga lokal tak banyak.
Dari 742 pekerja Tiongkok di sana, diketahui hanya enam yang menikah dengan perempuan setempat. Itu pun tak semua mau terbuka bercerita.
"Saya ketemu istri main-main (saat jalan-jalan, Red) ke pantai," ungkap Lyu yang lahir dan besar di Provinsi Jilin, Tiongkok, kepada Jawa Pos yang menemuinya di rumah makan miliknya di Morosi Rabu lalu (4/4).
Penguasaan bahasa Indonesia Lyu belakangan membaik. Banyak kosakata yang dia pahami maknanya.
Namun, pengucapannya masih berlepotan. Saat pertama menyapa Jawa Pos yang sudah menunggunya di rumah makan, misalnya, dia menawari, "Mau apa, makan?"
Karena itulah, untuk mendapatkan cerita lengkap tentang pernikahannya dengan Filla, Lyu meminta Jawa Pos menemui sang istri dan keluarga besarnya yang tinggal di Desa Bumi Indah, Lalonggasumeeto, Konawe. Sekitar satu jam perjalanan darat dari Morosi.
Kasim, ayah Filla, mengenang, Lyu mulai mendekati anak gadisnya setelah Ramadan 2016.
Kala itu anak ketiganya tersebut baru saja pulang setelah menginap di rumah ibu kandungnya di Desa/Kecamatan Motui, Konawe Utara.
"Selesai puasa itu, dia sering berkunjung ke rumah. Kadang satu minggu itu tiga kali," ingatnya.
Lama-kelamaan, Lyu akhirnya menyampaikan keinginannya meminang Filla yang kala itu baru saja lulus SMK.
"Dia sampaikan secara jantan, saya mau menikah dengan anaknya bapak," ucap Kasim menirukan pinangan Lyu saat itu.
Banyak faktor yang harus dipertimbangkan yang membuat Kasim memilih tak menggubris lamaran Lyu itu.
Tapi, Lyu ternyata tak menyerah. Tiga bulan lamanya pria asal Negeri Panda tersebut terus melakukan pendekatan. Termasuk menyatakan kesiapannya menjadi mualaf.
"Saya pikir berkali-kali. Okelah, barang kali ini skenario Allah bahwa saya punya anak akan kawin dengan orang China," ujar Kasim.
Lyu pun menikahi Filla secara Islam. Mengganti namanya menjadi M. Allif yang merupakan kebalikan nama sang istri.
Allif memberikan uang Rp 30 juta kepada keluarga Kasim untuk tambahan biaya pesta perkawinan tersebut.
"Ternyata itu masih ada sisa biaya, sekitar Rp 5 juta. Nah, ambil saya bilang (ke Allif)," kata Kasim.
Pernikahan Filla dengan Allif sempat dipertanyakan warga dan otoritas keamanan setempat.
Mereka menyoroti legalitas pernikahan beda kewarganegaraan tersebut.
"Saya beri pemahaman bahwa saya tidak tinggal diam. Saya sudah tanyakan ke kantor imigrasi dan mereka bilang tidak dilarang," ungkap Kasim.
Di mata keluarga sang istri, Allif dikenal sebagai sosok pekerja keras dan dermawan.
Juga mudah bersosialisasi dan selalu bersikap sopan ketika bertemu dengan warga setempat.
Bukan hanya itu, Allif juga terbuka tentang latar belakang keluarga besarnya di Tiongkok.
Meskipun belum pernah berkunjung ke Konawe, keluarga Allif terbukti cukup menaruh perhatian. Bahkan, beberapa waktu lalu, ibu Allif mengirim pakaian-pakaian bayi untuk Farzan.
"Saya bingung tiba-tiba datang pakaian anak kecil dari China. Luar biasa," ungkap Kasim.
Berbeda dengan keluarga Kasim, keluarga Yati saat ini harap-harap cemas dengan nasib anak perempuannya, Jumiatun.
Sebab, seorang warga Tiongkok yang dikenal dengan nama Li memboyong perempuan 30 tahun itu ke Tiongkok tahun lalu.
"Sempat menetap tiga bulan setelah menikah, setelah itu ke Tiongkok," ungkap Juminah, adik Jumiatun.
Parahnya lagi, pihak keluarga yang tinggal di Desa Purui, Morosi, tersebut sama sekali tidak tahu latar belakang Li di Tiongkok.
Setahu mereka, Li awalnya merupakan tukang las di PT VDNI Morosi.
Karena kerap bertemu dengan Jumiatun, Li pun kepincut dan menawarkan pinangan ke pihak orang tua Jumiatun.
"Waktu itu saya pasrahkan ke Pak Nurdin (warga setempat, Red). Yang penting anakku diurus," ujar Yati, ibunda Jumiatun.
Tahun lalu Jumiatun juga bekerja di PT VDNI sebagai juru masak. Namun, pekerjaan itu tidak lama dia tekuni.
Jumiatun lantas berjualan sayur dan bekerja serabutan di sekitar smelter PT VDNI.
Yang agak menghibur Yati, sesekali dirinya masih bisa berkomunikasi via aplikasi WeChat dengan Jumiatun dan keluarga Li di Tiongkok.
Itu pun ketika Yati memiliki pulsa untuk membayar paket data internet. "Sering video call setiap ada pulsa," kata Yati lirih.
Menurut Yati, saat ini Jumiatun sudah memiliki anak hasil pernikahan tersebut. "Katanya menunggu anaknya usia tiga tahun baru pulang ke sini (Konawe)." (tyo/c9/ttg/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dua Bule Keluyuran di Bali saat Nyepi, Beginilah Akibatnya
Redaktur & Reporter : Natalia