Nilai Kelulusan Sertifikasi Guru Terlalu Tinggi, Dokter Hanya 65

Senin, 19 September 2016 – 07:36 WIB
Guru mengajar di kelas. Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menetapkan sikor minimal kelulusan sertifikasi guru melalui pendidikan dan latihan profesi guru (PLPG) adalah 80.

Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menganggap nilai minimal itu terlalu tinggi dan harus i.segera direvisi. Apalagi tidak ada sosialisasi maksimal oleh Kemendikbud.

BACA JUGA: Sekolah Pariwisata Siap Berinovasi demi Hasilkan Lulusan Berprestasi

’’Uji kompetensi dokter saja nilai minimalnya 65,’’ kata lt Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi kemarin (18/9).

Dia menjelaskan aturan mengikuti sertifikasi PLPG Kemendikbud saat ini sudah berlebihan. Tidak hanya terkait nilai minimal kelulusan yang harus mencapai 80 poin. 

BACA JUGA: Jurus Go Digital Bakal Lahirkan SDM Pariwisata Unggulan

Tetapi juga peserta sertifikasi PLPG juga harus pernah mengikuti Uji Kompetensi Guru (UKG).

Menurut Unifah guru calon peserta sertifikasi PLPG itu bukan guru-guru baru dan minim pengalaman. Tetapi di dalamnya ada guru yang sudah mengajar sejak sebelum UU Guru dan Dosen dikeluarkan pada 2005 lalu. 

BACA JUGA: Inilah Enam Instruksi Jokowi kepada Mendikbud

Menurut dia regulasi teknis soal sertifikasi PLPG ini harus dikaji ulang Kemendikbud.

Unifah juga menyoroti regulasi sertifikasi PLPG di Kemendikbud sudah berganti sebanyak lima kali. Itu artinya Kemendikbud tidak memiliki pakem yang baik. 

Dia lantas membandingkan dengan sertifikasi dosen yang tidak mengalami perubahan signifikan.

Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti menyoroti soal komunikasi Kemendikbud dengan guru-guru yang tidak maksimal. 

Dia mempertanyakan sosialisasi perubahan nilai minimal kelulusan sertifikasi guru itu. 

’’Saya cek ke jaringan FSGI di daerah-daerah, belum ada yang mendengar kabar kenaikan nilai ini,’’ ungkapnya.

Retno mengatakan kenaikan nilai UKG yang hampir 100 persen, dari 42 poin ke 80 poin, bukan perkara sembarangan. Dia mengusulkan sebelum menjadi kebijakan, harus diujipublik. 

Atau Kemendikbud membuat percontohan dulu. Dia menganggap kebijakan itu merupakan kesewenangan penguasa. ’’Jangan hanya bersandar sudah disetujui wapres,’’ paparnya.

Dia mengkritisi alasan Kemendikbud menaikkan nilai kelulusan sertifikasi sebagai upaya meningkatkan kualitas guru. 

Menurutnya untuk meningkatkan kualitas, diperlukan pelatihan guru yang merata dan sesuai kebutuhan. Kemudian juga terencana dengan baik dan berkelanjutan.

Wakil Ketua Komisi X DPR Ferdiansyah menuturkan, sebaiknya Kemendikbud tidak menaikkan nilai kelulusan sertifikasi itu secara signifikan. 

’’Sebaiknya naiknya bertahap. Setiap tahun naik 10-15 poin,’’ tuturnya. Sebab di rencana pemerintah kenaikan nilai itu memang bertahap. Baru mencapai nilai minimal 80 poin di 2019 nanti.

Dia juga meminta Kemendikbud menyiapkan upaya penanganan jika ada peserta sertifikasi guru belum mampu mengejar nilai minimal 80 poin itu. 

Apakah harus mengikuti ’’bengkel’’ pelatihan guru atau sejenisnya. Bukan dilepas begitu saja, kemudian mengikuti ujian ulangan.

Dirjen GTK Kemendikbud Sumarna Surapranata bersikukuh bahwa skor minimal 80 poin itu sudah ditetapkan. 

Bahkan dia menyebutkan kampus pelaksana sertifikasi guru juga sudah melakukan sosialisasi. Dia berharap guru-guru calon peserta sertifikasi konsentrasi menyiapkan diri. (wan/sam/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Disdik Bogor Fasilitasi Siswa Lakukan Perekaman e-KTP


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler