Nilai-Nilai Pancasila Harus Diwujudkan Dalam Kehidupan

Selasa, 03 Oktober 2017 – 15:03 WIB
Lambang Garuda Pancasila dan bendera Merah Putih. Foto/ilustrasi: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Pancasila adalah ideologi bangsa yang di dalamnya mengandung nilai-nilai luhur bangsa dan agama.

Pancasila juga terbukti mampu menyatukan berbagai keragaman di Indonesia. Namun, itu belum cukup untuk membawa Indonesia menjadi negara yang aman, tentram, adil, dan makmur.

BACA JUGA: Maaf, Pak Jokowi! FK Unipa Tak Merasakan Sila ke-5 Pancasila

Pasalnya masih ada upaya-upaya untuk menggusur Pancasila sebagai dasar negara yang dilakukan pihak-pihak tertentu.

“Nilai-nilai Pancasila itu harus dibumikan untuk memperkuat pemahaman dan pengamalannya di masyarakat. Artinya, lima sila yang ada di Pancasila harus diwujudkan dalam kehidupan masyarakat,” ujar Guru Besar Sosiologi Agama Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatulah, Jakarta Bambang Pranowo, Selasa (3/10).

BACA JUGA: Gelar Kirab Kebangsaan, TMP Ajak Warga Tangkal Radikalisme

Dia menambahkan, bila sila-sila Pancasila itu belum terwujud, jangan berharap Indonesia bisa menjadi negara yang damai, adil, dan makmur.

Bambang mencontohkan sila kelima yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Indonesia.

BACA JUGA: Ibarat Pohon, Pancasila Harus Dipupuk dan Dipelihara

“Adanya komunitas yang ingin mengganti Pancasila itu karena merasa keadilan belum terwujud. Di mana pun kalau keadilan tidak terwujud, pasti akan mengundang masalah,” tambah Bambang.

Bambang mencontohkan di Australia. Bila ada bangunan bertingkat yang tidak bisa dimasuki orang yang menggunakan kursi roda, izin dipastikan tak akan turun.

Artinya, semua aspek kehidupan harus adil dan berperikemanusiaan.

“Maunya Pancasila itu dibegitukan. Sekarang malah banyak orang menuduh orang lain tidak Pancasila, tapi dia sendiri malah korupsi,” jelas Bambang.

Bambang menjelaskan, nilai-nilai Pancasila dalam kelima sila itu adalah hasil kompromi tokoh-tokoh bangsa, baik dari kaum nasionalis islami dan nasionalis sekuler.

Sebelum kemerdekaan, terjadi perdebatan antara dua kelompok itu terkait dasar negara.

Namun, setelah melalui proses musyawarah, terjadilah kompromi yang akhirnya diberi nama Pancasila.

Artinya, Pancasila adalah kompromi antara kaum nasionalis islami dengan nasionalis sekuler pada waktu itu.

Awalnya, diusulkan Piagam Jakarta. Bahkan, Bung Karno dengan menitikkan air mata meminta Piagam Jakarta diterima.

Namun, saat itu, ada utusan dari Indonesia Timur yang memprotes.

Sebab, bila Piagam Jakarta disahkan, mereka akan menjadi warga negara kelas dua.

Dari situ muncul usulan dihapuskannya tujuh kata di Piagama Jakarta yaitu Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluk-pemeluknya.

Akhirnya, dalam sidang BPUPKI, kalangan Islam setuju tujuh kata itu dihapus tapi dengan kompensasi kata-katanya diubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.

“Dalam Islam ini tetap penting karena esa itu tidak syirik. Itulah rumusan yang sampai sekarang jadi Pancasila,” ungkap Bambang. (jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Panglima TNI: Pancasila Sebagai Pemersatu Bangsa


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler