jpnn.com, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) masih stabil, yakni di kisaran Rp 13.300.
Sejak minggu pertama Maret 2017, nilai tukar terpantau menguat meski terbatas.
BACA JUGA: BI Atur Transaksi Sertifikat Deposito
Pada 1 Maret 2017, rupiah berada di level Rp 13.361.
Jumat (24/3) kemarin, rupiah menguat tipis 32 poin di level Rp 13.329 per USD. Sejak 3 Januari, rupiah menguat 156 poin dari Rp 13.485 menjadi Rp 13.329 per USD.
BACA JUGA: Cegah Manipulasi Bilyet Giro, BI Keluarkan Aturan Baru
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara menyatakan, nilai tukar rupiah tahun ini lebih baik jika dibandingkan dengan 2013.
Ketika itu, volatilitas nilai tukar mencapai 12 persen karena tekanan ekonomi global.
BACA JUGA: Indonesia Masih Kuat Hadapi Tekanan The Fed
Saat itu, defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) hampir menyentuh empat persen.
Kini, CAD makin ditekan hingga menyentuh kisaran 1,7 persen.
Inflasi juga lebih baik dengan 3–5 persen secara year-on-year (yoy).
Sementara itu, pada 2013, tren inflasi tahunan masih tinggi hingga lebih dari tujuh persen.
’’Sekarang ini bahkan di bawah tiga (volatilitas nilai tukarnya). Itu menunjukkan situasi yang baik dan stabil. Persepsi terhadap Indonesia juga positif. Tapi, kita tidak boleh cepat puas diri. Sebab, pekerjaan masih banyak,’’ ujar Mirza.
Salah satu yang diwaspadai BI adalah arah kebijakan Presiden AS Donald Trump yang makin proteksionis terhadap kebijakan perdagangan global.
Selain itu, tekanan geopolitik dari hasil pemilu beberapa negara di Eropa serta realisasi keluarnya Inggris dari Uni Eropa (brexit).
Nilai tukar di level kisaran Rp 13.300 per USD dinilai cukup baik bagi Indonesia.
Risiko tekanan inflasi, terutama dari komponen administered price, juga terus dibarengi usaha menekan harga komoditas pangan.
Apalagi, saat ini muncul rencana pemerintah untuk menaikkan harga listrik nonsubsidi.
’’Nilai tukar Indonesia tidak terlalu kuat dan tidak terlalu lemah. Ada tantangan untuk menjaga inflasi tidak lebih dari empat persen. Kami harus atasi inflasi volatile foods, itu perlu kerja bareng pemerintah pusat dan pemda,’’ jelasnya.
Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan BI Nanang Hendarsah menambahkan, kurs yang stabil disebabkan fundamental ekonomi yang masih cukup kuat.
’’Fiskal dikelola secara prudent dan ini memberikan confidence,’’ ucapnya.
Dia menilai supply and demand USD masih berjalan dengan baik.
Permintaan valuta asing yang cukup tinggi diimbangi supply yang memadai dari cadangan devisa.
Per Februari 2017, cadangan devisa tercatat USD 119,9 miliar atau naik dari posisi Januari yang masih USD 116,9 miliar.
Nanang menilai mekanisme pasar berjalan secara alamiah tanpa adanya pengaruh dari sisi regulator.
’’Aliran valas dari mereka punya kelebihan. Eksporter, misalnya, mengalir secara lancar ke importer dan pelaku pasar yang memerlukannya untuk pembayaran utang luar negeri,’’ imbuhnya.
Menurut Nanang, rupiah termasuk mata uang yang cukup stabil di level negara-negara emerging market.
BI selalu hadir di market, terutama ketika volatilitas kurs yang berlebihan menimbulkan ketidakpastian serta tidak sesuai keadaan fundamental. (rin/c18)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tok Tok Tok... DPR Setujui Lima Komisioner Baru BSBI
Redaktur & Reporter : Ragil