Nilai Tukar Rupiah Makin Buruk, Jangan Bandingkan dengan 98

Rabu, 05 September 2018 – 11:07 WIB
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution. Foto: Natalia Fatimah Laurens/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus memburuk sejak awal pekan ini. Pada Senin (3/9) lalu, pada penutupan perdagangan, nilai tukar rupiah terpuruk di angka Rp 14.816 per dolar AS. Kemarin (4/9), rupiah melanjutkan pelemahannya dan terperosok makin dalam.

Berdasarkan data Bloomberg, pada pembukaan perdagangan rupiah sudah berada di level Rp 14.822 per dolar AS, namun ditutup dengan depresiasi yang lebih dalam hampir menyentuh angka Rp 15 ribu, yakni di angka Rp 14.935 per dolar AS. Sementara berdasar data Reuters, rupiah bahkan sudah menyentuh level 14.989 per dolar AS.

BACA JUGA: Rupiah Melemah, HIPMI Jatim Optimistis Ekonomi Tetap Kukuh

Pelemahan rupiah yang terus memburuk pun menjadi perhatian Presiden Joko Widodo. Dalam dua hari terakhir, Jokowi memanggil para menteri ekonomi. Antara lain Menteri koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Menteri ESDM Ignatius Jonan, dan Menteri PUPU Basuki Hadimuljono.

Selain itu, ada Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso, serta Direktur Pertamina Nicke Widyawati dan Direktur PLN Sofyan Basir. Rapat terbatas tersebut membahas secara khusus kondisi nilai tukar rupiah yang terus memburuk.

BACA JUGA: Boleh Berapa pun Asal Stabil

Melalui rapat tersebut diputuskan, salah satu upaya pemerintah dalam menstabilkan kembali nilai tukar rupiah adalah dengan menekan defisit neraca transaksi berjalan (CAD/Current Account Deficit). Dalam waktu dekat, pemerintah akan merilis daftar komoditas impor yang mulai dibatasi melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

Menko Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, daftar komoditas impor yang akan dikurangi memang akan segera ditentukan. Tak terkecuali terhadap proyek pemerintah maupun BUMN seperti Pertamina dan PLN yang juga memberi kontribusi cukup besar. "Dalam dua-tiga hari ke depan," kata mantan Gubernur BI itu.

BACA JUGA: Nilai Tukar Rupiah Semakin Lemah, Polri Antisipasi hal ini

Darmin mengungkapkan, satu-satunya titik lemah Indonesia adalah defisit CAD. Sementara faktor fundamental lainnya seperti pertumbuhan ekonomi dan inflasi menunjukkan angka positif. Meski CAD tidak separah India, Afrika Selatan atau Turki, pengaruhnya cukup besar terhadap ketahanan rupiah.

Oleh karenanya, kebijakan review komoditas impor, hingga penggunaan biodisel 20 persen diharapkan bisa menekan defisit. Pemerintah menargetkan angka defisit bisa turun ke angka 2,5 - 2,7 persen. "Paling tidak kita ingin ini turun," kata mantan Gubernur BI tersebut.

BACA JUGA: Rizal Ramli: '98 Gak Ada Sentimen SARA, Hari Ini Kuat Sekali

Pada kesempatan tersebut, Darmin juga meminta semua pihak tidak membandingkan dengan kondisi rupiah pada masa krisis moneter di tahun 1998 silam. Sebab, situasinya berbeda.

Saat itu, dollar naik ke angka Rp 14 ribu dari angka normal sekitar Rp 2 ribu atau naik lebih enam kali lipat. Sementara kenaikan ini dari Rp 12 ribu ke Rp 14 ribu. "Tolong membacanya, membandingkannya yang fair," kata dia. (ken/far/rin/jun)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Nilai Tukar Rupiah Jeblok karena Salah Kebijakan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler