jpnn.com - Ujian Nasional (UN) 2015 ini memang tidak menjadi penentu kelulusan siswa SMA/sederajat. Tetapi jika ada siswa yang hasil UN-nya di bawah standar kompetensi minimal yakni 5,5, Kemendikbud menetapkan siswa harus mengikuti ujian sejenis pada tahun berikutnya.
Hal itu terungkap saat sosialisasi UN kepada Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) dan Kepala Kementerian Agama (Kemenag) se-Jawa Timur di Dispendik Jatim, Senin (2/3).
BACA JUGA: Sarjana Tak Berintegritas jadi Blunder Profesor Ilmu Hukum
“Sesuai petunjuknya ya harus mengikuti ujian serupa tahun depan. Kalau tidak lulus mana bisa kuliah? Kalau mau kuliah jelas akan dimintai tanda kelulusan,” jelas Kadispendik Jatim Harun seperti yang dilansir Radar Surabaya (Grup JPNN.com), Selasa (3/3).
Tersirat, ia pun menyatakan hasil UN sebetulnya tetap jadi faktor penentu kelulusan.
BACA JUGA: Menteri Yuddy Janji Tuntaskan Masalah Usakti
“Namanya ujian jelas menentukan kelulusan siswa. Tujuan UN itu bermacam-macam, pemetaan, kelulusan dan syarat untuk masuk ke perguruan tinggi negeri,” paparnya.
Pernyataan senada juga disampaikan Kepala Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) Kemendikbud Prof Nizam. Dalam dialog publik UN 2014-2015 di Garden Palace Hotel, Prof Nizam menyatakan meski tidak dijadikan syarat kelulusan siswa, namun hasil UN ini nantinya memang dipakai untuk masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
BACA JUGA: Menristek Deklarasikan Sekolah Riset dan Konservasi
Sehingga, peserta dituntut lulus UN agar bisa menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Untuk SMA sederajad, hasil UN ini akan menjadi acuan untuk bisa masuk ke perguruan tinggi negeri (PTN).
Ini setelah terjadinya kesepakatan antara Kemendikbud dengan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) dalam Surat Edaran yang dikeluarkan pada 17 Februari lalu yang berisikan UN dijadikan pertimbangan untuk Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
“Porsinya seperti apa kita serahkan ke masing-masing PTN. Misalnya ada dua siswa nilai sekolahnya sama-sama sembilan, namun hasil UN-nya yang satu lebih tinggi, maka jelas harus memprioritaskan yang nilai UN-nya lebih tinggi,” ujarnya.
Bisa jadi, lanjut Prof Nizam, PTN menerapkan sistem prosentase. Misalnya 80 persen dari hasil UN dan 20 persen dari nilai rapor.
“Bisa saja meniru Malaysia di mana hasil UN 90 persen menentukan dan 10 persen faktor lain-lain,” tukasnya.
Di sisi lain, kesepakatan menjadikan hasil UN sebagai syarat dalam Seleksi Nasional Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) ternyata bukan faktor mutlak. Rektor Universitas Negeri Surabaya Prof Warsono mengatakan UN hanya menjadi pertimbangan. Sehingga tidak ada persentase khusus yang ditetapkan untuk digunakan dalam SNMPTN.
“Bisa saja dipakai 10 persen, 20 persen atau bahkan nol persen. Sebab ini tidak ada ketentuannya,” tutur Warsono.
Warsono mengakui, PTN memang masih setengah hati menerima hasil UN ini. Karena tidak penggunaan UN dalam SNMPTN sebenarnya tidak mutlak.
Meski demikian, Warsono menegaskan bahwa UN merupakan prasyarat mengikuti SNMPTN. Artinya, siswa yang tidak mengikuti UN, atau mengikuti namun nilainya tidak memenuhi standar kompetensi minimal yang sudah ditentukan maka tidak akan diterima di PTN.
Siswa yang nilainya di bawah standar kompetensi minimal ini memang dianggap telah lulus. Namun, pihak PTN tetap tidak bisa menerima siswa dengan kategori demikian.
“Memang sebetulnya tidak lulus Tapi sekarang bahasanya diperhalus menjadi tidak memenuhi standar kompetensi,” tegas dia. (han/jee/awa/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Garuda Indonesia Jalin Corporate Sales dengan Unpad
Redaktur : Tim Redaksi