jpnn.com, JAKARTA - Dalam ujian nasional (unas) SMP sederajat tahun ini tidak ada soal kategori sangat sulit layaknya di jenjang SMA. Namun hasil Unas SMP tahun ini mengalami penurunan dibanding sebelumnya. Paling tajam adalah penurunan di mata pelajaran matematika.
Berdasarkan pemaparan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Senin (28/5), secara keseluruhan nilai rata-rata Unas SMP tahun ini mengalami penurunan dibanding tahun lalu sebanyak 3,17 poin.
BACA JUGA: Kemendikbud Gelar Program Pendidikan Profesi Guru 2018
Penurunan paling besar ada di mata pelajaran matematika sebanyak 6,99 poin. Kemudian disusul IPA (turun 4,75 poin), bahasa Inggris (turun 0,61 poin), dan bahasa Indonesia (turun 0,32 poin).
Guru matematika di SMP Nasima Semarang Abdul Karim mengatakan, turunnya nilai unas matematika di jenjang SMP tidak lepas dari keberadaan soal higher order thinking skill (HOTS).
BACA JUGA: Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018, Regulasi Baru PPDB
Soal-soal HOTS itu tidak bisa langsung dikerjakan dengan rumus yang sudah dihafal siswa. Tetapi harus dengan penalaran terlebih dahulu, kemudian baru menentukan rumus yang akan digunakan.
Nah persoalannya selama ini anak-anak di sekolah maupun di bimbingan belajar (bimbel), khususnya menjelang unas, latihan soal ujian tahun-tahun sebelumnya. Padahal pada soal-soal ujian tahun sebelumnya, masih belum ada jenis soal HOTS.
BACA JUGA: Nilai UN SMP Turun, Kemampuan Guru Harus Ditingkatkan
’’Hampir semua soal yang intinya hafal rumus, angka tinggal masuk-masukin, kemudian keluar jawabannya,’’ jelasnya.
Dia menjelaskan munculnya soal HOTS yang tidak hanya menuntut hafalan rumus dan angka itu membuat guru dan siswa kaget. Karim juga mengatakan di buku pegangan guru sehari-hari, juga masih kurang tersedia soal-soal kategori HOTS.
Namun karim optimis tahun depan nilai matematika bisa naik. Sebab guru maupun siswa sudah mendapatkan contoh-contoh soal HOTS untuk dipelajari. ’’Tahun ini menjadi pelajaran. Sebentarnya lagi pasti banyak beredar buku-buku persiapan unas yang menyiapkan soal HOTS,’’ kata Ketua Bidang Peningkatan Guru Ikatan Guru Indonesia (IGI) itu.
Sementara itu Waka Bidang Kesiswaan SMAN 1 Gunungsari, Lombok Barat, NTB Mansur menjelaskan kesalahan belajar matematika anak SMP juga terlihat ketika mereka berada di SMA. Secara umum penyebab kesalahannya adalah, kemampuan penalaran dan kreativitas siswa yang rendah.
Penalaran dan kreativitas itu terkait dengan memecahkan masalah dengan konteks nyata dan memanupulasinya ke dalam bentuk aljabar atau perhitungan.
’’Guru-guru SMP mengakui karena kemampuan logika dasar anak kurang,’’ jelasnya. Biro Pengembangan Anggota Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) itu menjelaskan dengan kurangnya kemampuan lgoka dasar itu, maka guru kesulitan melatih anak untuk mengejarkan soal yang melatih proses pemecahan masalah. Sehingga guru lebih sering mengajarkan langsung kepada siswa perhitungan rumus-rumus yang sudah ada.
Menurut Mansur di buku pelajaran sebenarnya sudah banyak contoh soal penalaran. Tetapi karena ada keterbatasan waktu serta kemampuan logika dasar anak, guru-guru tidak dapat menejlaskan semuanya dengan baik. Sehingga ada anak-anak tertentu, dan sebagian kecil saja, yang dapat menyerap materi dengan tuntas.
Dia mengakui bahwa sebagian besar soal UNBK matematika SMP saat ini memperlukan penalaran. ’’Walaupun tidak semua penalaran tingkat tinggi,’’ jelasnya. Nah soal-soal penalaran tersebut, hanya akan dapat dikerjakan oleh siswa yang memiliki pengalaman latihan soal cukup banyak.
Sementara kebanyakan siswa, khususnya di daerah, hanya mengandalkan durasi belajar yang ada di sekolah. Tanpa ada latihan mandiri di luar jam sekolah dengan durasi yang cukup.
’’Saya lebih sreg menyebutnya (penurunan nilai unas, Red) terkoreksi,’’ kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemendikbud Totok Suprayitno kemarin (28/5). Dia tidak memungkiri bahwa nilai semua mata pelajaran mengalami penurunan.
Menurut Totok, koreksi nilai unas tahun ini dibanding sebelumnya karena semakin banyak pelaksanaan ujian nasional berbasis komputer (UNBK).
Dia lantas menjelaskan tingkat kesukaran soal unas SMP. Kemendikbud memastikan bahwa tingkat kesukaran soal unas matematika untuk Unas 2017 dan Unas 2018 setara. ’’Soalnya hanya mengurangi soal ringan (mudah, Red),’’ jelasnya.
Kemudian Kemendikbud memperbanyak soal kategori sedang dan sulit. Dengan kata lain, soal-soal katerogi mudah, ditingkatkan menjadi sedang atau sulit.
Tetapi Totok memastikan tidak ada soal ujian yang dinaikkan dari level sulit menjadi sangat sulit seperti di Unas SMA. Sayangnya Totok tidak bisa menjabarkan secara rinci persentase soal mudah, sedang, dan sulit untuk unas tahun ini maupun sebelumnya.
Menurut Totok ada kencederungan siswa mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal kategori sedang maupun sulit. Kemendikbud menduga banyak siswa yang diajarkan materi secara tidak komplit di kelas. Dia berharap guru mengajarkan materi pelajaran kepada siswa secara tuntas. Sebab unas mengevaluasi pembelajaran secara utuh.
Terkait apakah di dalam unas SMP kali ini ada soal jenis HOTS (higher order thinking skill), dia menjelaskan soal HOTS tidak identik dengan soal sulit atau sangat sulit. Soal HOTS itu lebih pada sebuah soal yang berbentuk penalaran. Soal berbentuk penalaran itu bisa saja masuk kategori mudah, sedang, maupun sulit. Jadi soal HOTS tidak melulu soal yang sangat susah dan sulit dijawab oleh siswa.
Totok menjelaskan dalam pelaksanaan ujian, termasuk unas, yang terpenting itu bukan pamer nilai. Tetapi seberapa besar kualitas nilai yang didapatkan oleh siswa. Sehingga bisa dipakai untuk melihat kekurangan dalam pembelajaran di sekolah.
Lebih jauh lagi digunakan untuk panduan pelaksanaan pelatihan serta pengembangan guru. Kemendikbud tidak lagi membuat pemeringkatan nilai unas mulai yang terbaik sampai terendah untuk tiap-tiap provinsi.
Kepala Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Bambang Suryadi menuturkan ada perbedaan setelah hasil unas SMP dan SMA diumumkan. Dia menjelaskan di unas SMA sederajat, peserta ujian berkesempatan melakukan ujian perbaikan. ’’Ujian perbaikan SMA pada 24-25 Juli,’’ katanya.
Sementara untuk unas SMP, Bambang menjelaskan tidak ada ujian perbaikan. Sebab orientasinya adalah adanya program wajib belajar. Sehingga siswa SMP sederajat didorong untuk melanjutkan ke jenjang SMA atau SMK sederajat.
Berbeda dengan lulusan SMA atau SMK yang memiliki alternatif untuk bekerja. ’’Lulusan SMP dituntut untuk meneruskan belajar. Tidak dituntun untuk bekerja. (Lulusan SMP, Red) masih di bawah umur,’’ tuturnya. (wan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... SMPN 1 Surabaya Raih Nilai Rata-Rata Terbaik Unas
Redaktur & Reporter : Soetomo