jpnn.com, JAKARTA - Ratusan suporter menghadiri kegiatan nonton bareng (nobar) Piala Dunia U-20 bertajuk ‘Menolak Lupa Piala Dunia U-20 2023’ antara Brasil melawan Tunisia yang difasilitasi Forum Akademisi Penggemar Sepak Bola Indonesia (FAPSI) di Plaza Gedung Joang 45 Jalan Menteng Raya No. 31, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (1/6/2023) dini hari.
Pengamat Sepak Bola Nasional Akmal Marhali yang turut hadir dalam acara tersebut tidak menyangka antusiasme masyarakat untuk menyaksikan Piala Dunia U-20 masih sangat tinggi, meskipun Indonesia telah gagal menjadi tuan rumah dan tidak ikut berlaga dalam pertandingan tersebut.
BACA JUGA: Efek Piala Dunia U-20, Ganjar dan PDIP Masih Terbenam
“Saya melihat suporter sepak bola Indonesia begitu mendambakan kita menjadi tuan rumah Piala Dunia. Ketika kita sudah gagal menjadi tuan rumah Piala Dunia pindah ke Argentina masyarakat sepak bola kita masih kemudian berbondong-bondong untuk melakukan nonton bareng Piala Dunia U-20,” ujar Akmal.
“ini menggambarkan betapa rakyat Indonesia, masyarakat Indonesia mencintai sepak bola yang sangat mendambakan Piala Dunia U-20 bisa digelar di Indonesia, tetapi kan semua nasi sudah menjadi bubur,” imbuh Akmal.
BACA JUGA: Argentina Menang di Laga Pertama Piala Dunia U-20, Pengamat: Seharusnya Indonesia
Akmal yang juga Koordinator Save Our Soccer (SOS) itu mengatakan acara ini perlu diapresiasi. Pasalnya, kegiatan aksi menolak lupa ini sebagai pengingat bahwa gagalnya Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 akibat dampak politisasi dalam sepak bola dan itu agar tidak sampai terulang kembali.
“Kita menolak lupa bukan garena gagal move on, tetapi bagaimana caranya agar bisa merawat ingatan publik terhadap dampak dari politisasi sepak bola sehingga Indonesia gagal menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20. Hal itu dimaksudkan demi kemajuan sepak bola di masa depan," ujar Akmal.
BACA JUGA: Menolak Lupa Piala Dunia U-20, Suporter Surabaya Gelar Aksi 1.000 Lilin dan Doa Bersama
Oleh karena itu, Akmal berharap berharap ke depan hal-hal semacam ini tidak lagi terjadi.
“Menolak lupa jangan sampai kemudian kita melupakan tragedi buruk di bangsa kita. Kita mencalonkan diri sebagai tuan rumah Piala Dunia, kita pula yang membatalkan menjadi tuan rumah Piala Dunia,” katanya.
Lebih lanjut Akmal mengatakan gagalnya Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia disebabkan oleh intervensi politik.
Oleh sebab itu dia mendorong agar sebaiknya ke depan urusan sepak bola tidak elok jika dicampur adukan dengan kepentingan politik.
“Ke depan kita juga berharap jangan lagi kemudian kepentingan politik praktis dibenturkan dengan masa depan sepak bola, masyarakat pecinta sepak bola Indonesia hanya ingin bermain dan menonton sepak bola,” paparnya.
“Karena itu berikan kesempatan kepada masyarakat untuk menikmati sistemnya, untuk menikmati kegemarannya menyaksikan sepak bola,” sambungnya.
Lebih lanjut Akmal menyampaikan dengan dipisahkannya urusan sepak bola dan politik bukan berarti melarang para politisi untuk ikut berpartisipasi, melainkan seyogyanya kontribusi dari para elite politik atau pemangku jabatan itu terwujud dalam mendukung prestasi serta kemajuan sepak bola tanah air.
“Bukan berarti para politisi tidak boleh masuk. Boleh masuk untuk memberikan dukungan agar masyarakat bisa menikmati apa yang mereka cinta, termasuk memberikan dukungan agar sepak bola kita bisa berprestasi karena itu merupakan kebanggaan buat bangsa kita baik itu dimata internasional maupun di mata masyarakatnya sendiri.
Selain itu, Akmal berharap suatu saat Indonesia masih memiliki kesempatan lagi menjadi tuan rumah dalam ajang Piala Dunia terutama kesempatan untuk ikut bidding Piala Dunia U-16 pada November mendatang.
Menurut Akmal, jika hal itu kembali diraih Indonesia tentu itu merupakan sejarah dan kebanggaan besar bagi masyarakat dan pecinta sepak bola tanah air sekaligus pengobat kekecewaan di Piala Dunia U-20.
Dia berharap pengurus PSSI yang ada saat ini setelah gagal menjadi tuan rumah piala dunia masih bisa melakukan pendekatan kepada FIFA setidaknya punya kesempatan untuk bidding menjadi tuan rumah Piala Dunia U-16 yang akan digelar bulan November.
“Barang kali ini bisa dilakukan dan ini akan menjadi pengobat kekecewaan masyarakat terhadap batalnya Piala Dunia U-20 yang batal digelar di Indonesia,” tukas Akmal.
Ketua Umum PB FAPSI Amsori Bahruddin Syah mengatakan kegiatan nobar ini dilakukan untuk memfasilitasi para penggemar sepak bola Indonesia yang ingin menyaksikan kemeriahan Piala Dunia U-20.
"Ada keinginan besar dari para suporter yang disampaikan ke saya untuk bisa menyaksikan pertandingan Piala Dunia U-20. Ya kami fasilitasi, anggap saja sebagai obat penawar rindu karena kan gagal digelar di Indonesia," ujar Amsori.
Dia menjelaskan tema menolak lupa ini sebenarnya reaksi spontanitas para suporter saja, bahwa mereka tidak mau menyembunyikan rasa kecewanya.
“Itu saja. Memang susah kalau sudah menyangkut bola, mendidih darah nasionalisme kita," tambahnya.
Amsori melihat animo masyarakat terhadap gelaran Piala Dunia U-20 sangat besar. Hal itu tercermin dari banyaknya penggemar sepak bola di Indonesia yang tidak ingin melewatkan kesempatan emas tampil bersama pemain timnas kelas dunia.
Selain itu, Amsori juga menyaksikan langsung usulan dan keinginan dari para suporter untuk menyaksikan pertandingan Piala Dunia U-20, walaupun timnas kebanggaannya tidak tampil. Meskipun harus menonton bareng hingga dini hari.
"Ya mungkin rasa kecewa itu dalam sekali, makanya kita bisa saksikan ratusan suporter yang hadir di sini, mereka rela mengorbankan rasa lelah dan ngantuknya, agar bisa merasakan kemeriahan Piala Dunia U-20, walaupun mereka sadar tidak ada Indonesia di sana," ungkap Amsori.
Akademisi Universitas Nasional (Unas) ini sebenarnya saat ini momentum yang tepat bagi kebangkitan sepak bola Indonesia karena mulai tumbuhnya rasa percaya diri, mental dan nyali para pemain timnas.
Jika Piala Dunia U-20 tetap tampil di Indonesia, kata Amsori, bisa jadi sepak bola Indonesia hadir sebagai kekuatan baru di Asia.
“Ya, kita hanya bisa berandai. Sepak bola kita lagi bagus-bagusnya, mental dan nyali lagi tumbuh. Itu yang disayangkan, kenapa sampai gagal. Mungkin itu juga yang membuat para pecinta sepak bola menyimpan luka dalam,” ucap Amsori.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari