Nono Sampono Soroti Minimnya Kemampuan Pemerintah Garap Potensi Kelautan

Senin, 27 September 2021 – 22:29 WIB
Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono. Foto: Humas DPD RI

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua DPD Nono Sampono menyampaikan negara-negara besar di dunia sangat memperhatikan urusan kekuatan maritimnya.

Dua alasannya, yaitu masalah ekonomi dan keamanan.

BACA JUGA: Nono Sampono: TNI Harus Siap Hadapi Kompetisi Global

"Amerika, Inggris, Rusia, Perancis, Jerman, dan Australia tidak pernah mengabaikan persoalan maritim karena di sana ada kepentingan besar,” kata Nono Sampono pada diskusi Empat Pilar MPR RI, Senin (27/9).

Menurut Nono, sayangnya Indonesia belum memanfaatkan kekayaan maritimnya untuk kemakmuran rakyat.

BACA JUGA: Bupati Jembrana Pamerkan Potensi Kelautan di Hadapan Menteri KKP

Terbukti potensi maritim Indonesia belum bisa menembus angka 22 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB).

Jauh di bawah Thailand yang hampir mencapai 40 persen, Jepang 54 persen, bahkan Tiongkok sebagai negara daratan mampu menghasilkan 48,6 persen dari pendapatan domestik bruto.

BACA JUGA: Maksimalkan Kepemilikan Kapal Untuk Gali Potensi Kelautan

Dalam diskusi yang mengangkat tema Meneguhkan Kedaulatan Maritim NKRI itu, Nono juga mamaparkan kondisi Indonesia sebagai negara maritim terbesar di dunia.

Luas lautnya mencakup 2/3 dari seluruh luas wilayah Indonesia atau sekitar 5,8 juta kilometer persegi.

Jumlah pulau di wilayah Indonesia mencapai 17.491 pulau.

"Di dalam laut Indonesia terdapat potensi sumber daya yang sangat besar. Bukan hanya ikan, tetapi juga bahan tambang, hutan mangrove, hingga terumbu karang," sebutnya.

Menurut Nono, minimnya kontribusi maritim terhadap PDB Indonesia disebabkan kurangnya kemampuan dan kemauan memanfaatkan potensi kelautan.

Terbukti anggaran yang disediakan bagi pengembangan kelautan relatif kecil.

Padahal menurut hasil kajian Profesor Rokhmin Dahuri, jika potensi maritim dikelola dengan baik, penghasilan yang diperoleh bisa mencapai 6 kali APBN.

“Saya ingat kata-kata Jenderal Leonardus Benyamin Moerdani, kalau kita bicara tentang ekonomi yaitu kesejahteraan, maka harus bicara tentang keamanan," kata Nono lagi.

Dia mengatakan antara kesejahteraan dan keamanan seperti dua sisi mata uang.

"Kita bicara keamaan tanpa kesejahteraan maka salah. Demikian sebaliknya,” tegasnya.

Pengamat Kemaritiman Siswanto Rusdi mengungkapkan belum optimalnya pemanfaatan wilayah lautan nusantara bisa dilihat dari politik anggaran yang selama ini dijalankan pemerintah.

Selama bertahun-tahun anggaran untuk pengadaan alutsista tidak lebih dari 2 persen.

Jauh di bawah anggaran pendidikan sebesar 20 persen APBN.

“Waktu merebut Irian Barat, angkatan laut kita memiliki 12 kapal selam, belum termasuk kapal perusak. Kita pernah punya pesawat tempur yang luar biasa dan juga pesawat pengebom strategis. Sekarang kita tidak punya pesawat pengebom, yang kita punya cuma fighter," kata Rusdi.

Dari sisi jumlah personel tentara kondisinya semakin memprihatinkan.

Saat ini, TNI Angkatan Laut yang harus mempertahankan 2/3 wilayah Indonesia hanya dibekali kekuatan sebanyak 70 ribu personel.

Sedangkan Angkatan Udara 30 ribu personel. Angkatan Darat 300 ribu personel.

Rusdi menekasnkan harus ada perubahan paradigma menyangkut wilayah kelautan di negeri ini.

"Makanya saya juga tidak heran kalau melihat Menhan Prabowo Subianto berusaha memperbaiki alutsista, meski hanya bisa dilakukan secara perlahan,” kata Rusdi lagi. (mrk/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler