jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) Angket KPK, Masinton Pasaribu, meminta penyidik KPK, Novel Baswedan, segera melaporkan oknum jenderal Polri yang disebutnya terlibat kasus penyiraman air keras terhadapnya.
Menurut Masinton, itu penting agar pernyataan Novel beberapa waktu lalu tidak terus menjadi polemik dan fitnah liar terhadap institusi dan petinggi kepolisian.
BACA JUGA: Sekjen Golkar: Pansus Bukan untuk Bubarkan KPK
"Lapor sajalah, jangan kayak kaleng rombeng. Ini lama-lama beropini, terus mereka tuduh sana, tuduh sini," kata Masinton.
Sebagai penegak hukum, lanjut Masinton, Novel harusnya paham mengenai prosedur hukum.
BACA JUGA: Bamsoet Tuding Pimpinan KPK Offside dan Arogan
"Kan penegak hukum, masa enggak ngerti hukum, enggak tahu prosedur hukum. Lapor dulu baru jelas. Itu kayak tudingan kaleng rombeng juga, lapor dong," katanya.
Nama Novel terus mencuat, khususnya setelah insiden penyiraman air keras oleh dua orang pelaku yang sampai saat ini belum terungkap.
Dukungan dan simpati terhadap Novel terus mengalir. Namun adapula yang menyebutnya merekayasa kasus suap Akil Mochtar.
BACA JUGA: Masinton Geram, Sebut Ketua KPK Menginjak-injak Demokrasi
Sekitar sebulan lalu, tepatnya 25 Juli 2017, Nico Panji Tirtayasa, saksi perkara suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar melaporkan Novel ke Bareskrim Polri.
Kuasa hukum Nico, Ria Kusumawaty, mengatakan, kliennya melaporkan Novel atas empat hal.
Menurut Ria, Novel memaksa kliennya memberikan keterangan di bawah sumpah palsu, dugaan penyalahgunaan kewenangan, indikasi perampasan kemerdekaan seseorang, dan indikasi tindak pidana menyuruh orang memberikan ketarangan palsu kepada media massa.
Nico merasa diintimidasi agar melakukan sesuatu yang tidak diketahui dan dikehendaki hingga menjerumuskan pamannya, Muchtar Effendi ke dalam penjara.
Orang kepercayaan Akil itu pun divonis 5 tahun penjara dalam kasus suap sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK).
Kepada Pansus Angket KPK dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP), Nico mengaku disuruh mengakui seluruh kegiatan yang dilakukan pamannya.
"Saya disuruh mengaku mengetahui segala kegiatan paman saya, Muchtar Effendi dan mengaku saya adalah ajudan, asisten pribadi, dan sopir paman saya," ujarnya.
Nico juga sempat mengaku disandera oleh penyidik KPK di sebuah rumah di wilayah Kelapa Gading, Jakarta Utara (Jakut).
Selama di rumah tersebut Nico mengaku dipaksa bekerja sama dan harus mengikuti semua keinginan KPK.
"Mereka mengancam akan memenjarakan anak dan istri saya karena ikut (mencicipi) duit dari Muchtar Effendi," katanya.
Menurut Nico, atas kesaksian palsu tersebut, ia pun mendapat perlakuan istimewa dari penyidik KPK, berupa pelayanan pijat di Hotel Aston, Jakarta Selatan.
Nico bahkan mengaku pernah meminta fasilitas berlibur ke Raja Ampat, Papua.
"Karena saya kan menilai bekerja mengikuti arahan dia sudah, pak. Saya menagih janji beliau apa yang saya inginkan. Saya yang meminta pergi ke sana, pak," kata Nico di DPR akhir Juli lalu.
Sedangkan soal biaya pengobatan mata Novel di Singapura, Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah, sempat mempertanyakan. "Untuk sekadar berobat di sini saja bisa, dokter di sini hebat-hebat. Jangan di Singapura, lama-lama mencurigakan, itu duit sehari dari mana, siapa yang ongkosin? Kan tidak boleh penyidik dibiayai oleh negara asing, saya dengar ada dokter mau biayai sukarela," kata Fahri.
Terkait pengakuan tersebut, Novel melalui Tim Advokasi Novel Baswedan, Alghiffari Aqsa, Selasa (15/8/2017), menyampaikan, akan menyebut nama oknum jenderal bintang tiga Polri yang diduga di balik aksi penyiraman air keras itu jika telah dibentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF).
"Novel menyampaikan, dia hanya akan membuka nama jenderal tersebut jika dibentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF)," kata Alghiffari.
Sedangkan soal pengakuan Nico alis Miko, KPK menyatakan itu bukan rumah sekap, tapi rumah aman (safe house) untuk melindungi saksi yang mau bekerja sama membongkar kasus korupsi dan aktor lebih besar. (rmo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Masinton Pasaribu Pertanyakan Bukti Pansus Halangi Penyidikan
Redaktur & Reporter : Natalia