NTT Ikut Berjuang untuk Nusantara, Nih Penampakannya

Kamis, 01 Desember 2016 – 09:35 WIB
Suasana pada apel Nusantara Bersatu, Rabu (30/11), di alun-alun rumah jabatan Gubernur NTT, Jalan El Tari, Kota Kupang, NTT. Acara tersebut juga diikuti ribuan orang, mulai dari pejabat, PNS, TNI/Polri dan masyarakat umum. FOTO: Timor Express/JPNN.com

jpnn.com - KUPANG – Rabu (30/11), alun-alun rumah jabatan Gubernur NTT di Jalan El Tari disesaki ribuan orang, mulai dari pejabat, PNS, TNI/Polri dan masyarakat umum. Apel Nusantara Bersatu itu juga dihadiri langsung salah satu anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Hasyim Muzadi.

Dalam pidatonya, Gubernur NTT, Frans Lebu Raya mengatakan Provinsi Nusa Tenggara Timur juga terlibat dalam seluruh perjuangan memerdekakan Republik Indonesia. Kemerdekaan merupakan hasil kerja sama dan perjuangan seluruh anak bangsa. Karena itu, tidak boleh ada satu kelompok manapun mengklaim negara ini sebagai miliknya sendiri.

BACA JUGA: Panglima OPM: Bintang Kejora Tidak Bisa Naik Sembarangan

“Bangsa ini adalah milik bersama. Negeri ini diproklamirkan untuk semua,” kata Lebu Raya seperti dilansir Timor Express (Jawa Pos Group).

Gubernur kembali menekankan pentingnya semangat kebersamaan dalam menjaga keutuhan dan kesatuan NKRI dengan berasaskan ideologi Pancasila.

BACA JUGA: Kisah Cinta SMA yang Berujung Penyesalan Seumur Hidup

Menurutnya, semangat gotong royong yang menjadi jiwa dasar Pancasila adalah perekat dan budaya bangsa ini. Gotong royong mengandaikan semangat saling menerima dan menghargai satu sama lain.

“Mari bergandengan tangan untuk membangun kehidupan yang lebih baik ke depannya,” jelas Lebu Raya mengutip Pidato Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945 tentang Pancasila yang dapat diperas jadi Satu Sila (Ekasila) yakni Gotong Royong.

BACA JUGA: Hari Ini Uji Coba Ruas Tol Jombang - Mojokerto Seksi 3

Lebih lanjut, Gubernur mengungkapkan bahwa perbedaan merupakan realitas yang harus diterima. Namun perbedaan yang sudah disadari sejak awal oleh pendiri bangsa merupakan kekuatan besar yang mesti harus dijaga dan dipertahankan. Di manapun di seluruh dunia, selalu ada yang menyebut dirinya mayoritas dan minoritas. Di Republik Indonesia yang menjunjung tinggi demokrasi, mayoritas bukanlah menjadi jaminan dan minoritas bukanlah tirani. Mayoritas baru memiliki makna apabila ia mengayomi dan melindungi minoritas.

“Tantangan yang sedang dan akan kita hadapi harus mendewasakan kita semua untuk menjaga kesatuan. Kita berdosa kepada pendiri dan pejuang bangsa bila mewariskan perpecahan kepada generasi berikutnya,” ungkap Gubernur sembari mengajak masyarakat NTT untuk tetap menjaga semangat toleransi  sebagai suatu bentuk tanggung jawab sejarah karena Pancasila lahir di NTT.

Anggota Dewan Pertimbangan Presiden, KH Hasyim Muzadi menegaskan bahwa  kemerdekaan Indonesia dibangun oleh semua agama. Oleh karena itu, tidak boleh ada agama manapun yang mengklaim diri sebagai satu-satunya yang memperjuangkan kemerdekaan. Pahlawan-pahlawan bangsa berserakan di seluruh negeri dari semua agama.

“Maka konsekuensinya, tidak boleh ada satu agama pun yang boleh mengambil alih  untuk dirinya sendiri tanpa keterkaitan dengan agama lainnya,” tegas Hasyim dalam orasinya.

Lebih lanjut, mantan Ketua PBNU itu menyatakan selalu ada potensi gangguan terhadap Nusantara Bersatu, baik dari dalam maupun luar negeri.

Menurutnya, pintu masuk yang paling cepat untuk memecah kesatuan Indonesia adalah melalui konflik agama. Konflik-konflik agama di Indonesia umumnya terjadi karena faktor-faktor non agama yang diagamakan oleh agama itu sendiri. Tokoh-tokoh agama memilki kewajiban untuk kembali menempatkan agama sebagai agama. Agama harus menjadi potensi negara bukan sebagai sumber masalah. Agama harus diletakan sebagai pegangan hidup dan keluhuran. Agama akan berkembang kalau menawarkan semangat humanisme. Tokoh-tokoh agama juga hendaknya terbuka untuk belajar ajaran agama lain.

“Saya selalu mengimbau kepada Penyelenggara Negara untuk menempatkan Pancasila sebagai satu-satunya ideologi negara,” katanya. Ia mengingatkan agar kebenaran tidak diidentikkan dengan mayoritas dan minoritas.(JPG/fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Duh Mama!!! Pamitnya Wisudaan, Ternyata Malah Kuda-kudaan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler