jpnn.com - JAKARTA -- Terdakwa suap anggaran Kemenpupera Damayanti Wisnu Putranti sudah ditetapkan sebagai justice collaborator oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Yanti yang mengklaim bukan pelaku utama berjanji akan membongkar dugaan keterlibatan pimpinan, anggota Komisi V DPR maupun pejabat Kemenpupera.
BACA JUGA: Persingkat Antre Calon Haji, Menteri Agama Terapkan Langkah-langkah Ini
"Secara spesifik atasannya Damayanti kan ketua komisi. Jadi, kami mengarahnya ke sana," kata Wirawan Adnan, pengacara Damayanti di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (26/9).
Menurut Adnan, Damayanti bukan pelaku utama. Hal ini sudah disampaikan saat persidangan beragendakan pembelaan.
BACA JUGA: Masuk NasDem, Rahmat Gobel Ditunjuk Jadi Anggota Dewan Pertimbangan
Adnan menegaskan, Damayanti sebagai JC harusnya semestinya perlindungan. Ia menegaskan, perlindungan serta pengurangan hukuman merupakan kompensasi atas statusnya JC yang diberikan kepada Yanti.
"Kalau dikabulkan sebagai justice collabolator, itu berarti harus menerima treatment sebagai JC," ungkap Adnan.
BACA JUGA: Menteri EKo Optimistis BUMDes Angkat Kesejahtaraan Warga Desa
Dalam persidangan beberapa waktu lalu, Yanti menyebut adanya kesepakatan antara pimpinan Komisi V DPR dengan pejabat di Kemenpupera.
Pimpinan Komisi V DPR meminta agar Kemenpupera menyetujui usulan program aspirasi yang diajukan anggota Rp 10 triliun.
Jika tidak, pimpinan Komisi V mengancam tidak akan mengesahkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (R-APBN).
"Jadi, kalau Kementerian PUPR tidak bisa menampung permintaan Komisi V, sebagai kompensasi penandatanganan R-APBN tidak akan dilakukan, pimpinan tidak mau melanjutkan rapat dengar pendapat dengan Kementerian," ujar Damayanti kepada Majelis Hakim.
Ketua Komisi V DPR Fary Djemi Francis sebelumnya sudah membantah hal ini. "Oh tidak ada itu," katanya usai diperiksa KPK beberapa waktu lalu.
Sementara, majelis hakim dalam pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa pertemuan atau rapat setengah kamar yang diungkap Yanti merupakan fakta hukum yang harus ditindaklanjuti KPK.
"Majelis menetapkan kesepakatan yang dibahas dalam rapat tertutup dan atau rapat setengah kamar di ruang sekretariat Komisi V DPR sebagai sebuah fakta hukum," kata Hakim Anggota Sigit Herman Binaji saat sidang pembacaan putusan Yanti di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (26/9).
Yanti divonis 4,5 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Yaelah, Nusron Sewot Ditanya Terus soal Posisi Ketua Timses Ahok-Djarot
Redaktur : Tim Redaksi