jpnn.com, DENPASAR - Terdakwa I Nyoman Sukena (38), warga Desa Bongkasa Pertiwi, Kecamatan Abiansemal, Badung, Bali yang memelihara landak Jawa (Hystrix javanica), mengungkap awal mula kasus hukum yang membawanya ke pengadilan.
Nyoman Sukena menceritakannya saat menjalani sidang pemeriksaan sebagai terdakwa dalam persidangan lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Bali, Kamis (12//9/2024).
BACA JUGA: Penahanan Ditangguhkan, Nyoman Sukena Pemelihara Landak Jawa di Bali Semringah
Di hadapan Majelis Hakim Ida Bagus Bamadewa Patiputra dan kawan-kawan, terdakwa Nyoman Sukena mengaku dirinya mendapat landak Jawa tersebut dari mertuanya yang menemukan hewan pengerat itu di kebun.
"Di awal mula, landak ditemukan bapak mertua dalam keadaan masih kecil, mungkin ditinggalkan orangtuanya (induknya) di ladang," katanya saat ditanya Jaksa Penuntut Umum (JPU).
BACA JUGA: Begini Nasib Oknum Camat-Bidan PPPK yang Berbuat Mesum dalam Mobil di Parkiran RS
Nyoman Sukena mengatakan kondisi geografis Desa Bongkasa Pertiwi tempat dirinya menetap memang menjadi salah satu habitat hewan tersebut.
Karena merasa kasihan dengan kondisi dua anak landak itu, Nyoman Sukena menawarkan diri untuk memelihara keduanya.
BACA JUGA: Nyawa Istri Melayang Ditusuk Suami, Polisi Buru Pelaku
Namun, Nyoman yang memiliki kecintaan terhadap hewan mengaku tidak mengetahui bahwa landak Jawa yang dipeliharanya merupakan satwa dilindungi.
"Saudara tahu kalau memelihara landak harus ada izinnya?" tanya JPU.
"Saya tidak tahu. Sosialisasi juga belum ada," jawab Sukena.
JPU sempat meminta terdakwa untuk melihat gambar landak yang dijadikan barang bukti dalam kasus tersebut.
Nyoman Sukena lantas mengakui bahwa keempat landak tersebut merupakan hewan peliharaan, tetapi kandang yang ada di foto tersebut bukan miliknya.
Menurut keterangan Nyoman Sukena dalam persidangan itu, landak Jawa yang dipeliharanya pernah dipakai saat ada upacara adat di daerahnya.
Kemudian, setelah upacara adat selesai, landak tersebut dikembalikan lagi kepada terdakwa.
Akan tetapi terdakwa tidak mengingat kapan waktu pertama kali dirinya memelihara landak tersebut.
"Tidak ingat. Saya tidak ingat waktu yang tepat kapan waktu pertama kali pelihara landak," ucapnya.
Dia juga mengaku tidak pernah bergabung dengan komunitas pencinta satwa. Begitu pula aturan hukum yang melarang pemeliharaan landak. Dirinya hanya memelihara hewan tersebut seperti peliharaan lainnya.
Nyoman Sukena lantas mengungkap momen yang terjadi pada Senin 4 Maret 2024, sekitar pukul 11.30 Wita.
Ketika itu ada empat orang polisi dari Kepolisian Daerah (Polda) Bali dengan seragam dinas mendatangi kediamannya.
Awalnya, para polisi tersebut hanya menanyakan tentang legalitas izin pemeliharaan burung jalak Bali dan jalak putih di rumahnya.
"Di awal beliau-beliau bilang mau periksa perlengkapan burung jalak Bali dan burung jalak putih," katanya.
Terdakwa juga tidak mengetahui alasan pemeriksaan tersebut. Setelah melihat burung jalak, para petugas juga menemukan empat ekor landak Jawa yang dipeliharanya di dalam sebuah kandang.
Kemudian, sekitar pukul 14.00 Wita, petugas membawa keempat landak tersebut hingga terbitnya surat pemanggilan dari Polda Bali untuk diperiksa sebagai saksi.
Saat penasihat hukumnya Gede Pasek Suardika bertanya terkait kesehariannya, Nyoman Sukena mengaku sebagai peternak ayam dan babi.
Dirinya yang telah memiliki dua orang anak hanya berharap dari pekerjaan tersebut sembari menunggu informasi pekerjaan sampingan dari orang lain.
Nyoman Sukena menceritakan hewan landak di daerahnya sering merusak tanaman warga, sehingga masyarakat kerap memburu. Tak pelak, landak pun dianggap sebagai hama yang merusak tanaman.
Kepada Hakim Ida Bagus Bamadewa Patiputra, Nyoman Sukena mengaku tidak mengetahui orang lain selain dirinya yang memelihara landak.
Menurut Nyoman Sukena, jika mengetahui larangan memelihara landak, dia pasti tidak berani memeliharanya.
Di akhir persidangan, hakim menyatakan sidang akan dilanjutkan pada Jumat (13/9) dengan agenda pembacaan tuntutan.(ant/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gadis Penjual Gorengan Tewas Dibunuh di Padang Pariaman, Kementerian PPPA Angkat Bicara
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam