Oalah Rek...Mpu Prapanca yang Legendaris itu Ternyata Nama Samaran

Selasa, 12 Januari 2016 – 14:40 WIB
Kakawin Negarakretagama. Foto: Dok Perpusnas.

jpnn.com - MPU PRAPANCA merupakan nama pena. Nama samaran yang digunakan penulis Kitab Negarakretagama untuk menyembunyikan identitas dirinya. Apa iya? 

Wenri Wanhar - Jawa Pos National Network

BACA JUGA: Jangan Kaget! Orang Belanda-lah yang Selamatkan Sejarah Majapahit

Negarakretagama diakui UNESCO sebagai Memory of the World Programme pada 2008 lalu. Inilah kitab yang banyak dikaji oleh para peneliti untuk mengetahui sejarah Kerajaan Majapahit.

Sejarawah Rushdy Hoesein mengisahkan, berdasarkan hasil analisis kesejarahan, diketahui bahwa penulis Kakawin Negarakretagama adalah Dang Acarya Nadendra, ulama besar Budha di istana Majapahit. 

BACA JUGA: Ketika JK Menyerahkan Jabatannya Pada Rizal Ramli

Dang Acarya Nadendra, "adalah putera dari seorang pejabat istana di Majapahit dengan pangkat jabatan Dharmadyaksa Kasogatan," paparnya.

Kitab itu ditulis bulan Aswina tahun Saka 1287, atau sekitar September-Oktober 1365 Masehi, dalam pertapaan di lereng gunung sebuah desa bernama Kamalasana.

BACA JUGA: Rizal Ramli dan Hariman Siregar Ditodong Preman di...

Ketika menulis Negarakretagama, menurut Rushdy Hoesein, Dang Acarya Nadendra sudah tua dan sudah mengundurkan diri alias pensiun dari istana. 

"Karya ini bukanlah disusun atas perintah Hayam Wuruk (Raja Majapahit--red) sendiri dengan tujuan untuk politik pencitraan diri ataupun legitimasi kekuasaan," ungkap Rushdy. 

Menggunakan nama samaran Prapanca, penulisnya "ingin menghaturkan bhakti kepada sang mahkota, serta berharap agar sang Raja ingat sang pujangga yang dulu pernah berbakti di keraton Majapahit," tutur Rushdy. 

Pupuh Majapahit

Kepada JPNN.com, Selasa (12/1) Rushdy Hoesein merawikan, ketika Islam masuk dan menguasai Majapahit, kitab Negarakretagama diselamatkan dari Jawa ke Lombok. 

(baca: Jangan Kaget! Orang Belanda-lah yang Selamatkan Sejarah Majapahit)

Apa sih isi kitab itu? Rushdy menguraikan…

Negarakretagama yang terdiri dari 98 pupuh menggambarkan puncak kerajaan Majapahit semasa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk, yang bertakhta dari tahun 1350 sampai 1389 Masehi.

Pupuh 1 sampai 7, kisah raja dan keluarganya. 

Pupuh 8 sampai 16, tentang kota dan wilayah Majapahit. 

Pupuh 17 sampai 39, cerita perjalanan keliling ke Lumajang. 

Pupuh 40 sampai 49, silsilah Raja Hayam Wuruk. Mulai dari sejarah raja-raja Singasari hingga Majapahit. Dari Kertarajasa Jayawardhana sampai Hayam Wuruk. 

"Pupuh 1 sampai 49 merupakan bagian pertama dari naskah ini," kata Rushdy. "Bagian kedua dari naskah kakawin ini juga terdiri dari 49 pupuh."

Pupuh 50 sampai 54, kisah raja Hayam Wuruk yang sedang berburu di hutan Nandawa. 

Pupuh 55 sampai 59, kisah perjalanan pulang ke Majapahit. 

Pupuh 60 menguraikan oleh-oleh yang dibawa pulang dari pelbagai daerah yang dikunjungi. 

Pupuh 61 sampai 70, mengisahkan perhatian Raja Hayam Wuruk pada leluhurnya berupa pesta srada dan ziarah ke makam candi. 

Pupuh 71 sampai 72, tentang berita kematian Patih Gadjah Mada. 

Pupuh 73 sampai 82, tentang bangunan suci yang terdapat di Jawa dan Bali. 

Pupuh 83 sampai 91, tentang upacara berkala yang berulang kembali setiap tahun di Majapahit, yakni musyawarah, kirap, dan pesta tahunan. 

Pupuh 92 sampai 94, pujian para pujangga, termasuk Prapanca kepada Raja Hayam Wuruk. 

Sedangkan pupuh ke 95 sampai 98 khusus menguraikan tentang pujangga Prapanca yang menulis naskah tersebut. 

"Hingga sekarang umumnya diketahui bahwa pujangga "Mpu Prapanca"-lah penulis Nagarakretagama. Padahal itu hanyalah nama pena," demikian Rushdy. (wow/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... JOSS...Mental Juang PDI Perjuangan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler