Ternyata Ini Biang Kelangkaan Gas Melon di Jabodetabek

Jumat, 12 Januari 2018 – 14:04 WIB
Otak sindikat pengoplosan gas dari tabung 3 Kg ke kemasan 12 dan 40 Kg, Prenki (berbaju tahanan) diapit polisi. Foto: Divhumas Polri

jpnn.com, JAKARTA - Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri baru saja mengungkap penyebab kelangkaan elpiji kemasan tiga kilogram di wilayah Jabodetabek yang menimbulkan lonjakan harga bahan bakar yang lebih dikenal dengan sebutan gas melon itu. Ternyata, penyebabnya adalah praktik curang oleh sindikat gas melon di kawasan Tangerang, Banten.

Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan, pelaku beraksi dengan memasukkan isi gas tiga kilogram ke tabung ukuran 12 dan 40 kilogram. Isi tabung gas melon lebih murah karena disubsidi.

BACA JUGA: DPD RI: Implementasi BBM Satu Harga Masih Bermasalah

“Atas kecurangan itu, tabung gas tiga kilogram menjadi langka dan mahal,” kata Setyo, Jumat (12/1).

Kasus ini terungkap setelah adanya laporan masyarakat yang mengelihkan kelangkaan gas melon hingga harganya melambung selama sebulan belakangan. Bareskrim lantas menelusurinya termasuk dengan mencari info tentang pasokan gas melon dari Pertamina.

BACA JUGA: Oalah, Ini Sebab Bareskrim Batal Limpahkan Kasus Kondensat

“Ternyata pasokan dari Pertamina lancar. Sehingga disimpulkan ada gangguan di rantai distribusi,” imbuh dia.

Penelusuran Bareskrim akhirnya mengarah pada sindikat yang memiliki sebuah pabrik untuk mengoplos gas di Kelurahan Nerogtog, Kecamatan Pinang, Tangerang. Di sana, polisi menemukan 25 truk berisi 4.200 tabung gas melon, 396 tabung gas 12 kilogram warna biru, serta 110 tabung gas 40 kilogram warna merah.

BACA JUGA: Please, Jangan Gunakan Islam sebagai Bahan Lawakan

“Jadi, untuk gas yang diisi ke tabung gas 12 kilogram berasal dari empat tabung gas tiga kilogram. Kalau tabung gas 40 kilogram diisi 17 tabung tiga kilogram,” tutur dia.

Menurut Setyo, otak sindikat itu adalah Prenki yang juga pemilik lokasi dan peralatan serta mempunyai anak buah sebanyak 30 orang. Tugas anak buah Prenki ada yang mengangkat tabung gas, menyuntik, serta mendistribusikannya ke ke pembeli.

“Ketika dilakukan penangkapan, banyak pelaku kabur. Polisi hanya menangkap satu yang kini ditetapkan sebagai tersangka,” kata Setyo.

Prenki sebagai pelaku utama yang dibantu A, T, dan S. Untuk A, dia bertugas mencari pihak yang akan menjual gas tiga kilogram. Kemudian T bertugas untuk mencari tenaga kerja, dan S bertugas untuk mencari pembeli tabung gas hasil suntikan.

“Modusnya pelaku memborong gas tiga kilogram di atas harga pasar, dari Rp 17.000 menjadi Rp 21.000 per tabung. Hal ini membuat para agen dan pengecer lebih senang menjual kepada pelaku,” urai Setyo.

Selanjutnya, sindikat itu menjual elipiji 12 dan 40 kilogram dengan harga lebih murah. Untuk gas kemasan 12 kilogram yang harganya Rp 160.000, dijual seharga Rp 125.000 hingga Rp 130.000. Sedangkan gas 40 kilogram yang harga pasarnya Rp 550.000, dijual cuma Rp 450.000.

“Dalam sebulan, pelaku meraup keuntungan hingga Rp 600 juta,” kata jenderal bintang dua ini.

Polisi menjerat pelaku dengan dua UU sekaligus. Yakni UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.(mg1/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Batal Dilimpahkan, 2 Tersangka Korupsi Kondensat Dipulangkan


Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler