Oh Ternyata Begini Cara Pak Tua Sembunyikan Aset Tanahnya

Kamis, 27 Agustus 2015 – 20:26 WIB
Fuad Amin Imron. Foto: dok/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Terdakwa kasus suap jual beli gas alam Bangkalan dan pencucian uang Fuad Amin Imron memiliki sejumlah aset berupa tanah di wilayah Bangkalan, Jawa Timur. Aset-aset tersebut dibelinya ketika masih menjabat sebagai kepala daerah kabupaten yang terletak di Pulau Madura itu.

Salah satu orang yang pernah bertransaksi jual beli tanah dengan Fuad adalah warga bangkalan bernama Yana Gehendra. Dia mengaku pernah menjual tanah seluas 8.480 m2 di Desa Mlajah, Bangkalan kepada Fuad Amin.

BACA JUGA: 50 Ribu Honorer K2 Bakal Demo, DPR Beri Dukungan

"(Harganya) Rp 1,144 miliar. (Pembayaran) ditransfer melalui bank," kata Yana saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (27/8).

Namun untuk menyembunyikan nilai aset tersebut, Fuad menuliskan nilai transaksi yang jauh lebih kecil di akta jual beli (AJB). Tidak tanggung-tanggung, nilai tanah yang sebenarnya Rp 1,14 miliar itu berubah jadi hanya Rp 120 juta di AJB.

BACA JUGA: Ketua DPD Anggap Wajar Rencana 7 Proyek DPR

Modus yang sama juga digunakan Fuad saat membeli tanah seluas 1 hektar milik Sandrawati Iwakusuma di Jl R.E. Martadinata, Kelurahan Mlajah, Bangkalan. Harga tanah yang dibayarkan seharga Rp 1,3 miliar berubah jadi Rp 110 juta di AJB

"Hari Sabtu saya terima uang, hari Senin kemudian ke notaris dan saya tanda tangan akta jual beli," ujar Sandrawati saat dikonfirmasi jaksa mengenai nilai tanah yang tiba-tiba menyusut itu.

BACA JUGA: Diserang Kritik, Jokowi Minta Tolong NU

Sejumlah pembelian lainnya yang dilakukan Fuad juga diungkapkan dalam persidangan ini. Antara lain, tanah seluas 234 m2 di Desa Mertajasah, Kecamatan Bangkalan seharga Rp 175 juta dan tanah seluas 157 m2 di lokasi yang sama dengan harga Rp 78,5 juta.

Fuad pun menyembunyikan statusnya sebagai pemilik tanah-tanah tersebut dengan menggunakan nama istrinya, Siti Masnuri di AJB.

Sidang hari ini juga cukup berbeda dengan sebelum-sebelumnya. Pasalnya, sejumlah saksi asal Bangkalan tidak bisa berbahasa Indonesia.

"Mohon izin yang mulia, saksi-saksi yang didatangkan bahasa Indonesianya tidak lancar dan butuh penterjemah Bahasa Indonesia-Madura," usul JPU Titik Utami.

Majelis hakim pun setuju untuk menghadirkan penterjemah bahasa Madura. Meski harus menggunakan penterjemah, namun jalannya sidang tidak terganggu. Pasalnya, Ketua Majelis Hakim Much Muchlis ternyata handal berbahasa Madura.

"Ponapah pamareksaan penyidik sampon lerres napah bunten. Bedeh tekenan napah bunten? (Apakah pemeriksaan penyidik sudah benar apa belum? Ada tekanan dan paksaan?)," tanya Hakim Muchlis kepada saksi bernama Hosni dalam bahasa Madura.

Seperti diketahui, Fuad Amin didakwa menerima suap senilai Rp 18,050 miliar dari PT Media Karya Sentosa (MKS). Pemberian ini merupakan balas jasa atas peran mantan bupati Bangkalan itu dalam perjanjian bisnis pembelian dan penyaluran gas alam yang melibatkan PT MKS.

Selain itu Fuad juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang pada periode 2010-2014 dengan total harta lebih dari Rp 230 miliar. Pada dakwaan ketiga, Jaksa KPK juga mendakwa Fuad melakukan pidana pencucian uang pada tahun 2003-2010 dengan total duit dan aset mencapai Rp 54,9 miliar. (dil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Soal Honorer, Wakil Ketua Komisi II DPR: Bisa jadi Bom Waktu Dahsyat


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler