jpnn.com - JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) segera mengelompokkan berbagai kategori layanan keuangan yang termasuk financial technology (fintech). Pelaku industri baru tersebut berharap berbagai kemudahan diberikan saat regulasinya terbit.
CEO dan Founder Go-Jek Indonesia Nadiem Makarim berharap regulasi fintech bisa membuka ruang inovasi.
BACA JUGA: Izin Sulit, Hanya Berani Bangun 9 Ribu Rumah Bersubsidi
’’Saya dan pelaku yang lain berharap regulasi itu menyediakan kemudahan jalur-jalur bereksperimen,’’ ujarnya di sela paparan hasil riset Google dan Temasek di Hotel Fairmont Jakarta kemarin (25/8).
Peran fintech di bisnis miliknya diwakili Go-Pay, layanan nontunai untuk fasilitas Go-Jek. Nadiem mengungkapkan bahwa masih banyak hal yang bisa dilakukan dari aplikasi miliknya tersebut dalam rangka pengembangan produk dan layanan. ’’Bereksperimen secara aman tentunya. Jadi, kita (pelaku bisnis, Red) dan regulator bisa belajar bersama,’’ katanya.
BACA JUGA: Telkomsel Perluas Akses Telekomunikasi di Perbatasan
Sebab, meski berbasis layanan keuangan, kata dia, praktiknya menggunakan teknologi yang bersifat dinamis. ’’Masa depan dunia teknologi tidak bisa diprediksi. Kita hanya bisa melihat dan mengantisipasi yang ada saat ini,’’ jelas Nadiem.
Kepala Badan Teknologi Start-up Kadin Patrick Walujo menyatakan, teknologi menjadi salah satu kunci utama untuk meningkatkan keuangan inklusif. Sebab, teknologi bakal memperluas akses ke lembaga keuangan.
BACA JUGA: 2017, Pensiunan tak Perlu ke Taspen untuk Klaim
Perkembangan fintech, menurut dia, membuat lembaga keuangan lebih mudah dijangkau masyarakat karena relatif tidak terkendala infrastruktur. Selain itu, edukasi mengenai produk keuangan lebih menarik dan mudah dipahami.
’’Yang paling penting adalah produk bisa relevan dengan kebutuhan masyarakat. Fintech menyediakan data analitis yang memberikan kekayaan informasi untuk menyusun produk yang tepat ke target yang tepat,’’ papar pria yang juga co-founder dan managing partner Northstar Group tersebut.
Indeks keuangan inklusif (IKI) Indonesia pada 2014 sebesar 36 persen. Atau masih berada di bawah Thailand (78 persen) dan Malaysia (81 persen). Namun, IKI Indonesia lebih tinggi daripada Filipina (31 persen) dan Vietnam (31 persen).
’’Keseriusan pemerintah dalam menghadirkan regulasi yang dapat menggairahkan industri fintech akan menjadi langkah strategis untuk mencapai tujuan keuangan inklusif tersebut,’’ terang Patrick. (gen/c14/sof/jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Yang Lain Jeblok, Usaha Syariah Bank NTB Masih Oke
Redaktur : Tim Redaksi