jpnn.com, JAKARTA - Panitia seleksi dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan tengah memroses pemilihan calon komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2022-2027.
Dari 155 nama yang kini sedang disaring menuju tahap dua, sarat dengan pengalaman yang kuat di bidang keuangan, bisnis, investasi dan birokrasi.
BACA JUGA: Arsyad Beli Racun di Jalan Surabaya, Lalu Diaduk ke Kopi Susu, Ayah & Abangnya Tewas
Rektor Universitas Indonesia, Ari Kuncoro menilai Komisioner OJK nantinya mesti memiliki kemampuan memahami dampak dari keputusan yang dibuatnya. Apalagi saat ini, pengaruh teknologi digital, mendominasi di industri keuangan, bisnis dan investasi.
“Ini dunianya sudah sedemikian maju, (komisioner) OJK harus tumbuh juga beyond the curve,” ujar Ari, dalam seminar daring “Mencari Nakhoda Baru OJK di Tengah Digitalisasi Keuangan dan Pemulihan Ekonomi Pasca Pandemi” pada Kamis (10/2/2022).
BACA JUGA: OJK Kejar Target Penyaluran Kredit UMKM 30 Persen Pada 2024
Menurut Ari, penting buat pengambil keputusan untuk menganalisa berdasarkan data analytic yang beragam. Profesor ekonomi Universitas Indonesia itu melihat tipologi yang berkembang saat ini, menuntut pengambilan keputusan yang lebih modern, dengan data.
“Namanya evidence based. Namun, datanya itu diperoleh tak hanya dari FGD (Focus Group Discussion) tapi juga dari data analytic. Jadi perlu manajer yang bisa menentukan, sebetulnya informasi yang relevan itu, apa.”
BACA JUGA: OJK Larang Lembaga Jasa Keuangan Fasilitasi Aset Kripto dalam Bentuk Apapun
Ari menuturkan, saat sudah berada pada beberapa tingkat keputusan organisasi, bisa dilihat data analytic sangat berguna, membuat kemampuan connecting the dot, menjadi sangat penting. “Dan ini dalam OJK itu, mikro sebetulnya. Dia berhubungan langsung dengan perilaku,” kata Ari.
Maka, lanjut Ari, kemampuan memahami perilaku, di lapangan, juga penting bagi seorang pemimpin di OJK.
“Katakanlah di situ (OJK) dari akademisi, tapi tidak bisa turun ke lapangan, bisa ada kemungkinan data analytic itu menangkap variabel yang lain. Bisa beda. Karena itu, harus ada teamwork, collegial leadership.”
Soal memahami pihak yang terdampak pada keputusan yang dibuat, juga ditekankan Ketua Presidium Dewan Asosiasi Pelaku Reksa Dana dan Investasi Indonesia Prihatmo Hari Mulyanto.
Menurut Hari, pimpinan OJK berikutnya, mesti memahami masalah yang muncul, baik perubahan digitalisasi keuangan maupun tradisional.
Soal keuangan digital, Hari mencontohkan fenomena pinjaman online. “Ibarat pisau bermata dua. Kebijakan bagus, tapi pengawasan tidak bagus, pelakunya tidak terseleksi, maka akhirnya mencelakakan masyarakat,” kata Hari. Kriteria ini merupakan satu dari lima harapan APRDI, terhadap komisioner OJK 2022-2027.
Selain paham perilaku yang terdampak kebijakan, sosialisasi kebijakan juga mesti lebih komunikatif. “Memanfaatkan jasa profeisonal dengan teknologi komunikasi yang efektif. Peningkatan fokus produk dengan literasi dan inklusif,” ujar Hari.
Selanjutnya, harapan pada pengawasan oleh OJK mesti lebih memahami industri keuangan yang sekarang maju pesat. Hari menyarankan, komisioner OJK merupakan kombinasi birokrat dan profesional yang senior.
“Karena kami melihat banyak pelanggaran yang modusnya makin aneh-aneh, pinter. Jadi kalau hanya di birokrat tidak bisa melihat yang terjadi. Kalau profesional bisa mendeteksi di awal. Sehingga pelanggaran bisa diketahui. Dan ada efek jera dengan penegakan hukum.”
Hari melihat komposisi 155 calon komisioner sangat beragam. “Ada yang masih menyala-nyala, semangat 45. Struktur kepemimpinan mesti menimbang komposisi dari mana spesialisasinya, disiplinnya, dan demografinya.”
Soal kolegial yang sempat disinggung Rektor UI Air Kuncoro, Hari menilai hal yang memang diperlukan. Tapi dia belum melihat kolegial itu pada hasilnya. “Saya enggak tahu apakah konsep kolegialnya jalan. Padahal itu penting, karena struktur OJK terdiri dari beragam latar belakang.” Menurut Hari, bila ada kekosongan kapabilitas, semestinya OJK bisa menggunakan tenaga profesional.
“Kan OJK sudah memungkinkan profesional hired, bukan ASN. Maka itu dilihat willingness mengangkat di level eselon satu yang senior dalam bidangnya. Sehingga dengan demikian dapat memperkuat tim secara keseluruhan.”
Sementara itu, Direktur Eksekutif Perbanas Eka Sri Dana Afriza, dengan masifnya teknologi informasi di bidang keuangan, maka pemimpin OJK mesti memahami masyarakat yang saat ini akrab dengan hal-hal yang bernuansa digital. “Namun yang penting diketahui adalah prinsipnya manusia yang menjalankan teknologi,” tutur Dana.
Karena itu, meski ada perbedaan pemimpin tradisional dan pemimpin digital, Dana menilai kombinasi keduanya adalah yang ideal.
“Kami harapkan yang menakhodai OJK harus meniru kepemimpinan Ki Hajar Dewantara, ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani. Jadi enggak perlu gadget freak. Kalau gadget freak, yang bikin regulasi siapa. Biasa aja ya gapapa, asal timnya kuat. Apalagi OJK, harus punya scope pemahaman, tak hanya digital, tapi juga ada tim yang mendukung di internalnya.(dkk/jpnn)
Redaktur : Budi
Reporter : Muhammad Amjad