OJK Ungkap Ada 12 Kasus Tipibank di Sultra

Jumat, 22 Agustus 2014 – 07:27 WIB

KENDARI - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perwakilan Sultra harus intens melakukan pengawasan terhadap tindak pelanggaran yang terjadi di dunia perbankan. Hal itu diungkapkan Investigator OJK, Beston Panjaitan dalam diskusi penanganan tindak pidana perbankan (Tipibank) pasca peralihan fungsi, tugas dan wewenang pengawasan bank dari Bank Indonesia (BI) kepada OJK, Kamis (21/8).
    
Beston mengungkapkan, persoalan penanganan pelanggaran dan tindak pidana perbankan sudah menjadi tugas OJK, bukan lagi BI. Ketika ada temuan kasus pelanggaran pada sebuah bank, OJK-lah yang akan proaktif dan melanjutkan kasus tersebut kepihak yang berwenang, baik kepolisian maupun kejaksaan.
    
"Temuan OJK berupa Tipibank langsung diserahkan ke Kejaksaan. Setelah itu,dari pihak kejaksaan wajib memeriksa perkara tersebut paling lambat 90 hari. Pihak kejaksaan juga wajib memberikan keterangan, apakah kasus itu layak untuk dilanjutkan atau tidak. Pada kasus ini, pihak OJK bisa menjadi saksi ahli jika hendak dimintai keterangannya," ujarnya.
    
Beston menambahkan, kasus Tipibank yang paing banyak terjadi ialah masalah perkreditan. Katanya, data yang terhimpun di OJK menunjukan kasus kredit mencapai 50 persen dari total kasus perbankan. Sedangkan urutan kedua adalah kasus pendanaan sebesar 24 persen. Posisi ketiga yakni kasus penyalahgunaan dana dan aset bank sebesar 15 persen. Sisanya yakni kasus window dressing, biaya fiktif dan lain-lain masing-masing sebesar 3,4 persen dan 4 persen. Sementara di Sultra, setidaknya telah ada 12 kasus Tipibank yang ditemukan BI.
    
Banyaknya kasus tersebut, kata dia, membuat pihak OJK makin intens melakukan pengawasan. Katanya, ada banyak peraturan OJK dan BI yang membuat pelaku Tipibank sulit menjalankan aksinya. "Makanya masyarakat tidak perlu khawatir jika hendak mempercayakan bank sebagai tempat menyimpan uang. Sebab ada regulasi dari OJK dan BI yang memperketat terjadinya Tipibank," jelasnya.
    
Sementara itu, Ketua OJK Sultra, Widodo juga menambahkan, perbankan yang baik adalah perbankan yang menjelaskan segala risiko dan keuntungan kepada nasabahnya. "Hak dan kewajiban nasabah itu perlu diberitahukan oleh pihak bank dengan sejelas-jelasnya. Nah, yang terjadi dilapangan, hal-hal yang seperti itu kadang tidak dilakukan, sehingga belakangan munculah protes dari nasabah tentang ketidakpuasannya terhadap bank," tandasnya.
    
Bagaimana kasus perbankan yang menyeret nama Komisaris PT PLM, RJ Soehandoyo? Kepala OJK Sultra, Widodo mengatakan, persoalan yang melilit salah satu bank di Sultra itu masih ditangani oleh penyidik kepolisian. Ia enggan memberikan komentar yang terlalu mendalam terkait persoalan tersebut.
    
Dalam aturan yang berlaku, katanya jika dalam tindak pidana perbankan yang bersalah adalah pihak bank secara kelembagaan, maka otomatis pihak yang harus bertanggung jawab, yaitu manajemen bank itu sendiri. Namun bila mana kesalahan pribadi, tentu yang harus bertanggung jawab individu yang melakukan kesalahan. "Bahkan proses hukum pidananya juga tetap berjalan," paparnya.
    
Saksi ahli dalam perkara bank dan PT PLM tersebut yakni Investigator OJK Jakarta, Beston Panjaitan. Ia menilai, oknum pimpinan bank yang bermasalah itu seharusnya mengikuti SOP yang memang dibuat untuk dipatuhi dan ditaati oleh bank. (m4/cr5)

BACA JUGA: Jadi Tersangka, Bupati Bonaran Merasa Tambah Pekerjaan

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mabes Polri Ungkap Judi Online Model Baru di Batam


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler