Ojo Mangan Sengsu

Minggu, 05 April 2015 – 18:14 WIB
Kampanye "Anjing Bukan Makanan" oleh para aktivis Animal Friends Jogja (AFJ) di Titik Nol Kilometer, Jogja, Sabtu (4/4). Foto: Radar Jogja/JPNN

jpnn.com - JOGJA –  Yogyakarta tidak hanya dikenal sebagai daerah yang punya banyak tujuan wisata. Salah satu daerah istimewa di Indonesia itu juga dikenal punya banyak lokasi kuliner.

Yang paling kesohor, tentu saja gudeg. Tapi, belakangan Jogja juga dikenal karena kuliner yang terbuat dari daging anjing atau tongseng asu alias sengsu.
Hal itu pula yang mengundang keprihatinan Animal Friends Jogja (AFJ). Mereka menggelar aksi di Titik Nol Kilometer Jogja,  Sabtu (4/4) untuk menyuarakan kampanye bahwa anjing bukan makanan.

BACA JUGA: Hanya Bercanda, Tapi Pelurunya Menembus Kepala

“Sangat memprihatinkan, Jogja banyak kuliner yang enak dan sehat, tapi belakangan ini yang makin dikenal justru sengsu,” ujar Program Manager AFJ, Angelina Pane seperti dikutip Radar Jogja.

Menurutnya, berdasarkan UU Nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan  maupun aturan WHO, anjing tidak termasuk hewan yang dikonsumsi. Selain itu, AFJ juga mengkhawatirkan bahwa mengonsumsi daging anjing  bisa menyebabkan beredarnya kembali penyakit rabies di DIY dan sekitarnya.

BACA JUGA: Tabung Gas 3 Kg Meledak, Delapan Warga Luka Bakar

Merujuk pada investigasi selama 1,5 tahun yang dilakukan AFJ dan Jakarta Animal Aid Network (JAAN), anjing yang didatangkan ke DIJ berasal dari wilayah Jawa Barat dan Bali. Padahal, kedua daerah itu belum bebas rabies.

“Perdagangan anjing untuk konsumsi manusia ternyata penyebab terbesar penyebaran rabies. Itu yang harus diwaspadai,” ungkap Ina, sapaanya.

BACA JUGA: Air Bah Setinggi Dada Rendam 11 Desa

Dari hasil investigasi AFJ terungkap bahwa satu supplier besar di wilayah Ganjuran, Bantul, saja sekali memasok bisa mencapai 60 ekor anjing untuk dikonsumsi. Padahal dalam seminggu, bisa dua hingga tiga kali pengiriman.

Jenis anjing yang dibutuhkan pun beragam. “Ini di luar penangkapan dan pembunuhan yang dilakukan pribadi atau di tingkat rumahan,” terang Angelina.
Di wilayah Jogja sendiri, lanjutnya, ada kecenderungan peningkatan lokasi warung sengsu yang tersebar di lebih dari 50 titik. Jumlah itu belum termasuk yang di wilayah pinggiran kota.

Karenanya, AFJ juga meminta pemerintah mengeluarkan aturan untuk menghentikan dan melarang perdagangan anjing. Pihaknya juga sudah mengajukan petisi online, mela-lui www.change.org. Pemprov DIY pun memberi respon positif.

“Kami sudah beberapa kali diundang untuk FGD (focus discussion group, red) untuk penyusunan pergub (peraturan gubernur). Tapi sepertinya pemprov  malah menginginkan sekalian dibuat perda,” tambah Angelina. (jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Astaga... Mengajak Anaknya, Pasutri Ini Sepakat Akhiri Hidup dengan Cara Haram


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler