jpnn.com, MAGELANG - Pada sebuah ruangan dalam gedung berukuran sekitar 5 m x 9 m di Dusun Randugunting, Desa Blondo, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah itu, tertata rapi lebih dari 4.000 buku.
Taman bacaan tersebut bernama Omah Buku Blondo. Budi Susilo yang merintisnya untuk menghidupkan literasi.
BACA JUGA: Jemput Bonus Demografi, Indeks Literasi Milenial Harus Ditingkatkan
Kini taman bacaan itu sudah memiliki gedung dan banyak dikunjungi anak-anak.
Bahkan meraih juara 1 Taman Bacaan Masyarakat tingkat Kabupaten Magelang 2019.
BACA JUGA: Literasi Usia Muda Tinggi, Anak 7 Tahun Mampu Baca Sirah Nabi
Riwayat Omah Buku Blondo bermula dari keisengan Budi Susilo meletakkan buku-buku di pos keamanan lingkungan (poskamling) beberapa tahun lalu.
Ia tidak punya konsep yang muluk-muluk. Ia suka buku dan ingin berbagi kesukaannya dengan masyarakat.
BACA JUGA: Kemendikbud Gandeng Maarif Institute Tingkatkan Literasi Media Dosen dan Mahasiswa
Apa yang dilakukan Budi disambut baik pemerintah desa (pemdes) setempat, Omah Buku Blondo lantas berdiri.
Pemdes bahkan memberi jatah dana saban tahun.
“Suatu ketika ada lomba poskamling. Pas penilaian itu kan ada pak kades, pak kapolsek. Terus lihat, lho ada bukunya juga. Akhirnya direspons dan tahun 2017 dikasih gedung ini,” kata Budi kepada Radar Semarang Minggu (15/11) sore.
Omah Buku Blondo memiliki koleksi buku dari berbagai macam kategori.
Buku pelajaran sekolah, komik, buku keagamaan, dan masih banyak lagi. Namun, buku anak-anak yang mendominasi.
Budi menceritakan, Omah Buku Blondo sejatinya hadir untuk semua golongan masyarakat.
Namun, pengunjung Omah Buku Blondo didominasi anak-anak. Taman baca ini pun sekilas tampak seperti ruang kelas di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Ada banyak mainan di sana. Salah satu anak yang sering berkunjung ke Omah Buku Blondo adalah Sarah.
Bocah kelas dua itu mengaku sering datang untuk bermain. Namun, ia juga suka membaca. “Aku paling suka komik Conan,” kata Sarah.
Secara tidak langsung, Budi memang menghadirkan Omah Buku Blondo untuk mewadahi anak-anak.
Di sana, anak-anak bisa bersosialisasi sembari mengenal literasi. Hal yang menurut Budi bernilai sangat penting.
Sebab, anak-anak kelak akan menghadapi dunia global yang keras.
Untuk itu, anak-anak butuh dibekali dengan literasi sebagai fondasi.
“Literasi pun enggak sebatas baca dan tulis. Namun, juga nilai-nilai yang lain. Toleransi, misalnya,” kata Budi.
Dia tidak mengamini pernyataan minat baca Indonesia rendah. Menurutnya, selama ini yang jadi masalah bukan minat bacanya, tetapi ketersediaan fasilitas untuk membaca.
Untuk itu, keberadaan taman baca maupun perpustakaan perlu ditingkatkan. Selain itu, orang tua, termasuk guru, juga perlu mengantar anak ke jalur literasi dengan jalan yang tepat.
Budi mengatakan, selama ini banyak anak-anak yang trauma lebih dulu sebelum gemar membaca.
Hal tersebut dikarenakan orang dewasa kurang persuasif dalam mengajak.
“Misalnya mengajak membaca karena mau ulangan. Kan anak-anak jadi takut duluan. Yang di pikiran mereka jadinya ulangan, bukan keseruan-keseruan membaca,” katanya.
Selain memfasilitasi baca tulis, Omah Buku Blondo memiliki kegiatan lain. Mulai dari workshop berbagai keterampilan, kelas bahasa, hingga wisata edukasi. Misalnya, jalan-jalan sejarah ke candi.
Berkat keseriusan dalam mengembangkan literasi masyarakat, pada 2019 kemarin Omah Buku Blondo berhasil menjadi juara I dalam lomba TBM Kabupaten Magelang. Ke depan, Budi pun berharap Omah Buku Blondo makin berkembang.
Tempatnya lebih luas, bukunya lebih banyak, dan relawannya bertambah. Baginya, semangat literasi ini tidak boleh mati.
Napas Omah Buku Blondo tidak boleh berhenti. (lis/ririrahayuningsih)
Redaktur & Reporter : Adek