jpnn.com - JAKARTA --Lembaga negara pengawas pelayanan publik, Ombudsman Republik Indonesia, memberikan laporan hasil investigasi terkait dugaan penyimpangan dalam proses masa tunggu dan bongkar muat (dwelling time) terhadap enam kementerian.
Penyimpangan ini diduga dilakukan di empat pelabuhan di antaranya Tanjung Priok (Jakarta), Tanjung Perak (Surabaya), Belawan (Medan) dan Soekarno Hatta (Makassar).
BACA JUGA: Warga Riau Kirim Surat Sindiran untuk Presiden
Adapun enam kementerian yang menerima laporan itu adalah Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan-Dirjen Bea dan Cukai, Kementerian Pertanian- Badan Karantian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan-Dirjen Perhubungan Laut, dan Kementerian Perdagangan- Dirjen Perdagangan Luar Negeri.
Selain itu juga diberikan pada para Direktur Utama PT. Pelindo I, II, III dan IV (persero). Hadir dalam pelaporan dan pemaparan rekomendasi ini Menteri Perhubungan RI, EE. Mangindaan.
BACA JUGA: Bekas Dirut TVRI Diringkus Kejagung
"Kami dalam hal ini melaporkan hasil investigasi terkait lima bentuk maladministrasi, yaitu penundaan berlarut, penyimpangan prosedur, tidak kompeten, penyalahgunaan wewenang, dan pungutan tidak resmi oleh oknum,"
ujar Ketua Ombudsman RI, Danang Girindrawardana yang membacakan laporan dalam pertemuan itu di kantornya, Jakarta Selatan, Rabu (12/3).
Danang memaparkan maladministrasi dalam rupa penundaan berlarut di antaranya adalah lamanya proses pengurusan perizinan larangan dan pembatasan (lartas), penerbitan Nomor Induk Kepabean (NIK), dan ketidakpastian waktu layanan pemeriksaan dari proses pemeriksaan hingga respon dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
BACA JUGA: Lima Tersangka Pembakar Lahan Riau DPO
Sementara untuk penyimpangan prosedur, di antaranya pelayanan di pelabuhan yang tidak maksimal 24 jam dalam 7 hari dan pemeriksaan karantina yang dilakukan di luar wilayah pelabuhan.
Untuk maladministrasi dalam bentuk tidak kompeten di antaranya adalah kinerja pemeriksa kontainer jalur merah (behandle) dan pemeriksa karantina yang belum optimal serta SDM yang belum seluruhnya menguasai regulasi.
Sementara itu penyalahgunaan oleh oknum di antaranya terjadi penerbitan Nota Pembetulan (Notul). "Dalam proses ini ada oknum yang mempermudah atau mempersulit pengeluaran kontainer," sambung Danang.
Selain itu, kata dia, ada pungutan liar oleh oknum saat layanan naik turunkan barang (lift on-lift off) kontainer di terminal, operator forklift, pembukaan kontainer di behandle, proses penarikan kontainer ke behandle, proses pemeriksaan fisik, sampai dengan dikeluarkannya Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).
Menurut Danang, persoalan dwelling time di pelabuhan laut setidaknya memberikan dua dampak negatif bagi perekonomian. Pertama, industri berorientasi ekspor menghadapi ketidakpastian akibat keterlambatan sehingga mengurangi daya saing produk Indonesia di luar negeri.
Kedua, hambatan dan kemacetan di pelabuhan mendongkrak biaya bagi usaha domestik dan pada akhirnya merupakan harga yang dibayar oleh konsumen. Dalam hal ini konsumen menjadi dirugikan.
Catatan hasil investigasi tersebut, tutur Danang, melahirkan rekomendasi Ombudsman RI bagi enam menteri dan 4 dirut Pelindo sebagaimana diatur dalam ketentuan dalam pasal 38 ayat 1 dan ayat 2 UU Ombudsman dan pasal 36 ayat 2 dan ayat 3 UU Pelayanan Publik.
"Penerima rekomendasi wajib melaksanakannya. Laporan pelaksanaan juga harus disampaikan pada Ombudsman dalam waktu 60 hari terhitung sejak penerimaan rekomendasi," tandas Danang. (flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Inilah Ribuan Jabatan PNS yang Belum Terisi
Redaktur : Tim Redaksi