jpnn.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Presiden Joko Widodo memintanya untuk menjalankan pembahasan omnibus law di bidang perpajakan. Menurut dia, omnibus law bidang perpajakan itu disebut superprioritas.
"Kami diminta Bapak Presiden menjalankan salah satu omnimbus law yang penting, yang disebut superprioritas, yaitu ombimbus law di bidang perpajakkan," kata Mulyani dalam jumpa pers bersama Ketua DPR Puan Maharani di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (16/12).
BACA JUGA: Airlangga Hartarto: Dua RUU Terkait Omnibus Law Masuk Parlemen Januari 2020
Dia meminta waktu kepada DPR untuk berkonsultasi, karena dalam momen terdekat Jokowi akan menyampaikan surat presiden (surpres) terkait rancangan UU omnibus law perpajakan tersebut. "Insyaallah akan bisa diselesaikan dalam minggu ini," tegasnya.
Mulyani mengatakan dalam rapat konsultasi itu, Kementerian Keuangan sudah menyampaikan desain RUU omnibus law perpajakan dengan singkat. Dia berjanji akan memberikan ringkasan desain itu kepada pimpinan DPR. Dengan demikian, kata dia, pimpinan DPR maupun komisi terkait sudah bisa mengantisipasi.
BACA JUGA: DPD RI Dukung Omnibus Law Usulan Pemerintah
"Karena saya yakin akan banyak yang bertanya kepada Ibu Ketua, karena tadi Bapak Presiden mengharapkan pembahasan ini bisa berjalan dengan cepat," ujar mantan petinggi Bank Dunia itu.
Mulyani menjelaskan omnibus law di bidang perpajakan ini hanya 28 pasal, namun mengubah tujuh UU. Yakni UU Pajak Penghasilan (PPh), UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN), UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), UU Kepabeanan, UU Cukai, UU Pajak dan Retribusi Daerah, UU Pemerintahan Daerah.
BACA JUGA: Baleg Undang Sejumlah Kementerian Soal Omnibus Law
Menurut Mulyani, sebanyak 28 pasal itu nanti dibagi dalam enam kluster isu yang akan dibahas. Pertama, meningkatkan investasi melalalui penurunan tarif PPh badan dan PPh untuk bunga.
Kedua, implementasi sistem teritorial yakni penghasilan perusahaan luar negeri dibebaskan pajak asal berinvestasi di Indonesia. "Juga untuk warga asing yang merupakan subjek pajak dalam negeri, kewajiban perpajakannya adalah khusus untuk pendapatannya yang di dalam negeri," katanya.
Ketiga, lanjut Mulyani, mengenai subjek pajak orang pribadi. Mulyani menjelaskan untuk orang indonesia yang tinggal di luar negeri lebih dari 183 hari mereka bisa berubah menjadi subjek pajak mancanegara. "Jadi, tidak membayar pajaknya di negara Indonesia," katanya.
Sementara, kata dia, untuk orang asing yang tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari, mereka menjadi subjek pajak di dalam negeri. Mereka membayar pajak Indonesia atas penghasilannya yang berasal dari negeri ini.
"Itu yang disebut pendefinisian mengenai subjek pajak," tegasnya.
Keempat, pemerintah mengatur ulang sanksi dan imbalan bunga untuk meningkatkan kepatuhan perpajakan. Ia menjelaskan dalam sanksi perpajakann selama ini, kalau orang terlambat membayar atau kurang bayar atau melakukan pelanggaran, maka bunganya cukup tinggi yakni dua persen sampai dengan 24 bulan. Menurut dia, hal ini menyebabkan suku bunga menjadi 48 persen.
Nah, Mulyani menggunakan pemerintah untuk nanti menggunakan suku bunga yang berlaku di pasar plus sedikit sanksi administrasinya. "Sehingga kami mengharapkan wajib pajak untuk lebih patuh kepada UU. Dan juga dari sisi pengkreditan pajak masukan, terutama untuk barang-barang pertanian," jelasnya.
Kelima, ujar Mulyani, terkait ekonomi digital. Dia menegaskan penerapan pajak elektronik dibuat sama dengan pajak biasa. Platform digital juga harus memungut PPN. "Mereka yang tidak memiliki badan hukum usaha tetap, maka mereka akan tetap dipungut pajaknya," kata Mulyani.
Dia mengatakan ini merupakan upaya merespons fenomena ekonomi digital. Perusahaan-perusahaan itu tidak ada di Indonesia, namun mendapatkan income dari tanah air. "Seperti Netflix, digital Amazon, mereka tetap akan bisa kita pajaki dengan menyampaikan mengenai pajak bagi subjek pajak luar negeri yang tidak berada di Indonesia," paparnya.
Keenam, terkait seluruh insentif-insentif pajak yang dimasukkan dalam satu kluster. Seperti tax holiday, super deduction, tax allowance, dan kawasan ekonomi khusus.
"PPh untuk surat berharga dan juga bagi daerah bisa memberikan insentif bagi pajak daerah, dan juga untuk kluster tertentu," katanya.
Mulyani berharap pembahasan ini bisa dilakukan pada saat masa sidang 2020 dimulai. "Kami akan mulai konsultasi dengan para stakeholder," tegasnya. (boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy