jpnn.com, JAKARTA - Praktisi kesehatan dari Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta Prof Laksono Trisnantoro menilai ada yang salah dari regulasi terutama undang-undang yang memicu defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
"Pertanyaan menarik yang timbul adalah apakah Indonesia harus bergantung dengan BPJS Kesehatan? Apakah semua sistem kesehatan mengacu pada BPJS Kesehatan," ujar Prof Laksono dalam diskusi publik tentang kesehatan, Rabu (20/12).
BACA JUGA: Defisit BPJS Kesehatan Melebar, Sistem Perlu Dirombak Total
Menurut dia, itu jarang sekali kecuali di negara kecil-kecil. Laksono khawatir dengan hanya satu, konsep buffer state dalam UUD tidak jalan karena BPJS memungkinkan orang kaya masuk keanggotaan dengan premi yang sangat murah, dengan benefit yang unlimited sampai ke cuci darah dan transplantasi jantung.
Pada kesempatan sama, Asisten Deputi Direksi Bidang Pengelolaan Fasilitas Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan Beno Herman menjelaskan berdasarkan regulasi, uang yang diterima BPJS Kesehatan dari iuran itu dipakai semaksimal mungkin untuk layanan kesehatan.
BACA JUGA: 40 Persen Klinik Pratama Tutup karena tak Punya Akreditasi
“Namun sekarang kan tidak, iuran yang diterima tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan. Itu penyebab defisit,” ujarnya.
Dia juga menjelaskan BPJS Kesehatan juga menghadapi berbagai permasalahan. Misalnya, ada peserta yang sakit, masuk rumah sakit, terus tidak bayar iuran lagi.
BACA JUGA: Fadli Zon Ingatkan BPJS Kesehatan Jangan Mau Enaknya Saja
“Nah kami juga ingin tahu konsep gotong-royong apakah seperti itu atau bagaimana,” tuturnya. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... DPR Minta BPJS Kesehatan Bikin Simulasi Cost Sharing
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad