jpnn.com - JAKARTA - Juru Bicara Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Ariandi Putra menyebut perilaku kecanduan gawai sebagai screen dependency disorder (SDD) atau disebut gangguan ketergantungan terhadap layer gadget.
Dia mengimbau orang tua mewaspadai ketergantungan gawai pada anak saat usia pertumbuhan.
BACA JUGA: Usia 13 Tahun Baru Pegang Gawai, Evan Felix Siswa Binus School Juara ICJ 2022
Ariandi mengungkap sebuah penelitian terbaru yang menemukan sekitar 30 persen anak di bawah usia enam bulan sudah mengalami paparan gawai secara rutin dengan rata-rata waktu 60 menit per hari.
"Pada usia dua tahun, sembilan dari sepuluh anak mendapat paparan gawai yang lebih tinggi dan berpotensi membuat mereka mengalami SDD," ungkapnya dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (7/12).
BACA JUGA: Bahaya, Beri Makan Anak Sambil Nonton Gawai
Ariandi mengatakan potensi gawai merusak otak anak bisa lebih tinggi jika anak terkena paparan gawai sejak dini.
Selain tanda-tanda anak mengalami SDD, gawai juga dapat menjadi potensi utama merusak otak anak dan mengganggu proses tumbuh kembang sang anak.
BACA JUGA: Penting! Bagi yang Menggunakan Gawai Setiap Hari agar Lengan tak Nyeri
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, terdapat data yang menggambarkan besarnya dampak anak yang terlalu sering menggunakan gawai.
Selain itu, lanjut Ariandi, anak juga akan mengalami kurang tidur sehingga kemampuan untuk fokus sangat rendah.
Anak pun cenderung tidur pada siang hari dan terjaga saat malam hari karena setiap penggunaan gawai selama 15 menit dapat mengurangi waktu tidur anak sekitar 60 menit.
"Hal yang menyenangkan belum tentu baik untuk anak ke depannya. Selalu ingat bahaya dan betapa ruginya anak jika ketergantungan (gawai)," pesannya.
Dampak lain yang mengkhawatirkan adalah terjadinya speech delay (terlambat berbicara) pada anak, mengalami masalah dalam tumbuh kembang fisik anak, seperti berat badan turun atau justru naik dengan drastis, sakit kepala, kurang gizi, dan insomnia.
Selain itu, dapat pula menimbulkan masalah penglihatan dan masalah tumbuh kembang anak, seperti kecemasan, perasaan kesepian, rasa bersalah, isolasi diri, dan perubahan mood yang drastis.
"Jangan biarkan ini terus dilanjutkan karena akan merugikan orang tua dan anak, bahkan orang-orang di sekitar. Masa depan anak menjadi bergantung pada keputusan orang tua saat ini," pungkas Ariandi. (antara/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi