Orang Tua Harus Paham Perkembangan Emosi Anak Usia Dini, Ini Penjelasannya

Rabu, 20 Mei 2020 – 20:28 WIB
Ilustrasi anak usia dini. Foto: pixabay

jpnn.com, JAKARTA - Setiap anak usia dini memiliki perkembangan sosial emosional yang berbeda-beda. Namun, secara umum ada tahapan-tahapan perkembangan sosial emosional anak yang bisa dipelajari orang tua sebagai pengetahuan dasar.

Hal ini disampaikan dr. Octaviani Ranakusuma, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Yarsi dalam diskusi 'Perkembangan Otak Anak di Usia Emas' yang digelar Tanoto Foundation hari ini bekerja sama dengan Universitas Yarsi dan Koalisi PAUDHI Nasional.

BACA JUGA: Bina Anak Usia Dini, Garuda Baseball-Softball Club Gandeng BeFa

Merujuk pada ilmuwan Psikologi Erik Erikson, Octa menyebut ada empat tahapan perkembangan sosial emosional anak usia dini.

Pertama pada usia 0-12 bulan ada rasa percaya dan tidak tidak percaya dalam diri anak pada lingkungannya.

BACA JUGA: Anak Perlu Dukungan Psikososial dalam Menghadapi Situasi Wabah Covid-19

"Itu semua bergantung pada reaksi respons lingkungan sekitar terhadap kebutuhan dasar anak terhadap rasa nyaman. Contoh anak suka popoknya kering. Dia tidak merasa nyaman jika popoknya basah dan dibiarkan begitu saja dia sudah menangis tetapi tidak ada yang merespons maka dia merasakan yang dia lakukan tidak berdampak," tutur Octa.

Apabila hal-hal tentang ketidaknyaman itu terjadi, kata Octa, anak kemudian menjadi tidak percaya pada lingkungannya.
Anak bisa berpikir, lingkungan tidak akan membantu dia.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Pemerintah Takut Habib Bahar? Peringatan dari Pengamat Intelijen

Begitu pun sebaliknya, jika ada yang merespons ketidaknyamanan yang dirasakan maka dia akan percaya bahwa lingkungan sekitar memerhatikannya. Kebutuhan dasar anak itu termasuk pangan. Anak merasa kenyang dan mendapatkan makanan cukup. Maka dia akan merasa nyaman.

Kemudian tahap kedua di usia 1-3 tahun, di mana anak mulai merasa bisa bergerak sendiri atau bisa juga justru menjadi pemalu.

Menurut Octa, di tahap ini anak sudah mulai belajar mandiri dengan kemampuan motorik yang makin baik.

Larangan yang terus disampaikan orang tua pada anak di usia itu akan membuat mereka takut mencoba hal baru.

"Anak mulai memanjat, naik tangga. Nah orang tua atau ibu yang memiliki kecemasan tinggi biasanya melarang. Jangan nanti jatuh, jangan nanti sakit. Semua larangan itu membuat anak merasa tidak mampu dan dia akan mulai ragu untuk memulai suatu tingkah laku," tutur Octa.

Itu bisa membuay self esteem rendah, anak ragu dengan kemampuannya sendiri.

Di usia ini, anak juga mulai belajar aturan sosial. Anak mulai berminat berinteraksi dengan orang lain.

"Anak yang mulai berinteraksi dengan orang lain tetapi dilarang orang tua akan berkontribusi pada kepercayaan diri anak yang kurang optimal," tegasnya.

Kemudian di tahap ke tiga, usia anak 3-6 tahun akan muncul inisiatif maupun rasa bersalah dalam diri anak.

Di rentang usia tersebut anak mulai mengembangkan inisiatif dalam interaksi sosial dan bermain karena ada rasa percaya diri. Biasanya anak-anak bersosialisasi di PAUD.

Kemudian anak belajar memahami emosi diri dan orang lain. Termasuk pretend play dengan cara berempati pada orang lain.

"Di sini anak mulai membangun emosi dengan orang lain. Kalau dia kecewa dia memahami kapan menangis kencang atau hanya dengan air mata saja. Dia mulai memahami aturan-aturan sosial. Anak juga mulai belajar berpura-pura, belajar berempati terharap perasaan orang lain," tambah Octa.

Kemudian tahap keempat di usia 7-12 tahun, anak mulai merasakan keinginan membangun maupun inferior.

Pada tahap ini, anak mulai percaya dengan kemampuannya dan berkompetisi dengan teman-teman sebayanya di berbagai bidang.

Namun, bila merasa tidak mampu berkompetisi, anak akan merasa rendah diri atau inferior.

Anak akan memulai tahap-tahap itu dengan dipengaruhi nilai-nilai budaya, saat berinteraksi dengan orang dewasa.

Semakin bertambah usianya akan semakin padat sel-sel sarafnya dan sangat membantu reaksi anak memahami lebih cepat. (flo/jpnn)

 


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler