Orangutan dan Harimau Bukan Satu-satunya Masalah

Miskonsepsi dan Kesadaran Publik soal Keanekaragaman Hayati

Sabtu, 17 Juli 2010 – 20:38 WIB
BIODIVERSITY - Berjalan di jalur hutan tropis - yang kaya dengan sumber-sumber keanekaragaman hayati - di salah satu bagian Kebun Raya Bali. Foto: Arsito Hidayatullah/JPNN.
BEDUGUL - Masyarakat secara umum mungkin tak menganggap penting kelelawar, atau juga lebah dan beberapa jenis serangga lainnyaNamun sebenarnya, jika mereka punah atau sekadar berkurang jenis maupun jumlahnya, maka ada hal lain - yang selalu hadir dalam kehidupan sehari-hari masyarakat - yang juga bisa ikut berkurang atau hilang

BACA JUGA: Ariel Tak Bisa Dituduh Menyebarkan?

Sebutlah di antaranya kopi, durian, atau mangga dan berbagai buah-buahan lain yang pertumbuhannya bergantung pada hewan-hewan 'tak penting' tersebut.

Fenomena ini antara lain tergambarkan dalam sesi awal Media Workshop yang diadakan CIFOR (Center for International Forestry Research), Sabtu (17/7), di kawasan Kebun Raya Bali, Bedugul, dalam rangka peliputan kegiatan besar Konferensi ATBC (Association of Tropical Biology and Conservation) di Bali, 19-23 Juli
Di mana seperti diakui James Clarke dari CIFOR, kesadaran publik (public awareness) terhadap masalah biodiversity alias keanekaragaman hayati memang masih rendah

BACA JUGA: Menag Laporkan Panja Haji ke Pimpinan DPR

Itu pun menurutnya, isu tersebut masih cenderung hanya identik dengan beberapa 'objek' populer, semisal orangutan, harimau, atau badak bercula satu.

Kenyataan seperti ini diakui pula oleh Dr Teguh Triono, salah seorang peneliti dari LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)
Betapa menurutnya, pada saat ini isu-isu lingkungan yang paling populer itu adalah climate chenge, sementara soal terancamnya keanekaragaman hayati masih jauh sekali di bawahnya

BACA JUGA: RJ Simpan 32 Film Porno Ariel?

Meskipun dikatakannya, saat ini sudah ada beberapa kebijakan maupun peraturan yang dibuat pemerintah yang memasukkan unsur keanekaragaman hayati, namun secara umum persoalan itu masih belum terperhatikan dengan baik.

"Padahal antara biodiversity dengan climate change pun sebenarnya ada keterkaitan dan bisa saling mempengaruhi," katanya, sambil menjelaskan beberapa isu yang saat ini berkembang dalam lingkup masalah tersebut, baik secara nasional maupun global.

"Isu-isu yang menjadi pembicaraan itu antara lain adalah jumlah (flora atau fauna) yang masih hidup, berapa yang telah hilang atau punah, kemudian juga keterkaitannya dengan perubahan iklim, serta kesadaran publik (termasuk dalam keilmuan maupun kebijakan pemerintah)Begitu pula dengan soal akses dan benefit sharing (berbagi keuntungan), yang khususnya dibahas dalam berbagai pertemuan internasional mengenai masalah ini," jelasnya.

Dua ilmuwan asing lainnya, Dr Robert Nasi dan Dr Douglas Sheil, ikut mengaitkan fenomena umum yang sekaligus merupakan masalah tersendiri iniSatu gambaran yang disampaikan Sheil misalnya adalah, bahwa dalam hal keanekaragaman hayati, di dunia saat ini hanya ada dua negara terkaya yaitu Brazil dan IndonesiaBahkan dari beberapa segi katanya, Indonesia lebih unggul dari Brazil.

"Ibaratnya, kalau keanekaragaman hayati ini adalah sebuah Piala Dunia, itu Indonesia sekarang juaranyaBukan Brazil (apalagi Spanyol, Red)," katanya, menganalogikan masalah ini dengan salah satu bidang yang populer di tanah air - yaitu sepakbolaTanpa mengatakan apa-apa, artinya sesuai penuturan Sheil tersebut, dengan posisi sebagai "juara", seharusnyalah Indonesia paling mati-matian mempertahankan apa yang sudah dimilikinya tersebut(ito/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Rp 431 miliar Dikucurkan Untuk Rakyat Miskin


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler