jpnn.com, JAKARTA - Massa gabungan Front Pembela Islam (FPI), PA 212, dan GNPF-U menggelar aksi di depan Gedung Kedutaan Besar India, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (6/3).
Seorang orator aksi mengkritik keras Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dinilai lembek menyikapi kejadian kerusuhan bernuansa SARA di India.
BACA JUGA: Usai Salat Jumat, Massa FPI, GNPF-U, PA 212, Gelar Aksi
Sebab, menurut sang orator, Jokowi tidak pernah memprotes, apalagi mengecam India atas kejadian kerusuhan bernuansa SARA tersebut.
"Apakah dia mengecam? Apakah dia memprotes? Apakah dia mengutuk? Terus buat apa, hayo? Mingkem," ucap seorang orator dari atas mobil komando di depan Kedubes India, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (6/3).
BACA JUGA: Usai Salat Asar Berjemaah, Massa FPI Melanjutkan Aksi
Orator itu lantas membandingkan sikap Presiden Jokowi yang diam atas kejadian kerusuhan di India, dengan persoalan penyebaran virus Corona yang dialami Tiongkok.
Menurut orator tersebut, Jokowi ramah terhadap Tiongkok yang dilanda wabah virus Corona. Bahkan, kata orator itu, Jokowi sampai menelepon pihak Tiongkok untuk menyatakan Indonesia siap membantu negara Tirai Bambu menangani Corona.
BACA JUGA: Menurut Adian Napitupulu, Banjir Dongkrak Popularitas Anies Baswedan
"Coba ketika China diobrak-abrik sama Corona, dia bilang bantu. Ketika muslim Uighur dibantai, diam," tutur dia.
Terlepas dari sikap beda Jokowi itu, orator tetap menghormati eks Gubernur DKI Jakarta. Sebab, Jokowi merupakan presiden konstitusional yang terpilih dari proses demokratis.
"Itulah presiden bapak-bapak sekalian. Dia terpilih loh. Secara demokrasi, loh," ucap dia.
Pantauan JPNN.com, ratusan orang dari tiga ormas telah mendatangi area depan Gedung Kedubes India pukul 13.50 WIB.
Massa datang ke lokasi dengan membawa sebuah mobil komando. Massa membawa pula sejumlah poster yang isinya berisi kecaman terhadap India atas kejadian kerusuhan bernuansa SARA di negara tersebut.
Dalam tuntutannya, tiga ormas itu mendesak pemerintah Indonesia tegas menyikapi kerusuhan di India. Indonesia bisa menempuh jalur politik di lembaga internasional. Sebab, kerusuhan di India dinilai tiga ormas, masuk pelanggaran HAM berat.
Dalam penilaian tiga ormas, kerusuhan di India bermuara dari pengesahan UU Kewarganegaraan. Aturan itu dianggap diskriminatif terhadap imigran asal Afghanistan, Bangladesh, dan Pakistan yang mayoritas muslim.
UU tersebut, tulis surat bersama tiga ormas, menjadikan kelompok radikal ekstremis Hindu India untuk melakukan tindakan persekusi terhadap umat muslim. Sebab, aturan itu mengesankan umat muslim merupakan imigran ilegal di India.
Tiga ormas pun mendesak pemerintah India mencabut UU Kewarganegaraan, karena aturan itu telah digunakan oleh kelompok ekstremis India melakukan berbagai tindakan persekusi.
Selanjutnya, tiga ormas mendesak pemerintah India segera menghentikan tindakan persekusi. Terakhir, tiga ormas mendesak pemerintah India menangkapi pelaku persekusi. (mg10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan