Orde Lama Sudah Lewat, Masih Ada yang Terpenjara Masa Lalu

Senin, 09 September 2019 – 21:54 WIB
Yudi Latif memaparkan tentang Pancasila. Foto : Mesya Mohammad/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Mantan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudi Latif menyatakan Pancasila sebagai ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) telah diakui dan dipuji dunia. Bahkan, Pancasila bisa menjadi mercusuar ideologi dunia.

Sayangnya, masyarakat Indonesia belum mampu mengimplementasikan nilai-nilai luhur dalam Pancasila secara utuh dan holistik.

BACA JUGA: Pendukung Jokowi dan Prabowo Sama-sama Bermain Hantu Orde Baru

“Sekarang coba lihat, kalau ribut-ribut di publik itu Pancasila hanya diterapkan sampai sila ke-3. Kita harus saling toleran dan harus saling bersatu. Kalau hanya sampai sila ketiga, semua orang termasuk konglomerat juga mau. Namun masuk sila 4 dan 5, bagaimana politik dan ekonomi dijalankan, mulai berjatuhan satu per satu. Dan mereka yang berhenti sampai sila ke-3 itu merasa yang paling Pancasilais. Ini masalah etika,” ujar Yudi dalam FGD bertajuk “Implementasi Pancasila dari Masa ke Masa” yang diselenggarakan oleh Indonesiainside.id dan Mediatrust, di Jakarta, Senin (9/9).

Menurut dia, saat ini merupakan momentum yang tepat bagi Pancasila dan bangsa Indonesia untuk memimpin peradaban ke depan. Sebab, paham komunisme dan kapitalisme tidak bisa menjawab tantangan zaman.

BACA JUGA: Lieus Sungkharisma: Pak Wiranto Mau Menghidupkan Orde Baru?

“Bahkan ada pemikir Jerman yang menilai sudah saatnya Pancasila menjadi mercusuar dunia ke depan,” ujarnya.

Yudi menerangkan, secara konsepsional Pancasila memang dipuji dunia. Namun mengapa bangsa Indonesia sendiri tidak bisa menerapkan nilai luhur Pancasila? Karena level peradaban bangsa Indonesia tidak sampai kepada ekspektasi Pancasila. "Itu alasannya,” cetusnya.

Karena itu, lanjut dia, penting bagi bangsa Indonesia untuk melihat masa lalu sehingga memiliki wawasan historis dan mengambil pelajaran berharga.

“Bagi kebanyakan kita, kembali ke masa lalu itu diartikan sebagai kemajuan itu sendiri. Padahal, masa lalu itu sebagai inti untuk menemukan pelajaran. Dengan menengok ke masa lalu itu layaknya menengok ke spion, jalan kita tetap ke depan,” ucapnya.

Yudi menilai jika bangsa Indonesia mau berlari kencang dalam pembangunan, bercermin dari banyak kasus, memang dibutuhkan mundur beberapa langkah untuk berancang-ancang. Dengan cara itu, bangsa Indonesia bisa lepas dari ‘penjara’ masa lalu.

“Maksudnya, dulu kita ini meratapi kenyataan bahwa di Orde Baru terjadi de-Soekarnoisasi. Lalu sekarang, kita melakukan re-Soekarnoisasi. Namun tetap hati kita terpenjara di masa lalu. Mestinya kita mampu untuk melampaui masa lalu itu. Ini yang membuat politik di Indonesia tidak bisa lepas dari masa kekanak-kanakannya tadi, masa lalu itu diulangi bukan dilampaui. Ini yang salah kaprah,” jelasnya.

Menurut Yudi, kalau dilihat masa lalu itu tidak sepenuhnya terang, tidak sepenuhnya gelap.

“Sebutlah seluruh kejelekan Orde Lama, kita masih bisa mencari aspek-aspek kebaikan dari Orde Lama, paling tidak yaitu kita pada masa berkobar-kobar keluar dari masa penjajahan, membangun integrasi nasional (national building) dimulai. Lalu kita lihat Orde Baru, ada lorong-lorong gelap Orde Baru. Tapi di balik lorong-lorong gelap itu ada capaian Orde Baru yang tidak bisa kita nafikkan. Bagaimana dari negara yang tadinya defisit, inflasi merajalela, pangan kekurangan di mana-mana, tapi Orde Baru bisa menyelesaikan masalah pangan, dan lain-lain,” paparnya.

Yudi menambahkan untuk mengambil wawasan dan pelajaran berharga dari masa lalu, bangsa Indonesia sebaiknya membuat ‘pagar’ atau rambu-rambu.

“Kita lihat masa lalu mana yang tidak boleh diulangi lagi, tapi juga melihat mana legacy di masa lalu di Orde Lama dan Orde Baru yang pantas dan baik untuk dilanjutkan,” jelasnya.

Namun, dia menilai, saat ini justru terjadi pandangan yang agak menyimpang saat mempertahankan legacy buruk di masa lalu, dan justru membuang legacy baik dari masa lalu.

“Nah problem kita itu dalam sejarahnya agak menyimpang, mempertahankan masa lalu yang baik, dan mencari masa depan yang lebih baik. Ini yang perlu diluruskan,” tandasnya. (esy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler