ORI: Ada Temuan Pungli Pembuatan Sertifikat di BPN Jambi

Rabu, 29 Agustus 2018 – 18:31 WIB
Kantor Ombudsman Republik Indonesia (ORI) di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan. Foto: dokumen Jawa Pos

jpnn.com, JAMBI - Ombudsman Perwakilan Provinsi Jambi menggelar diseminasi hasil kajian sistemik, terhadap pelayanan pemecahan sertifikat tanah pada perumahan bersubsidi.

Kegiatan yang berlangsung di Hotel Infinity, Selasa (27/8), mengupas hasil kajian sistemik dari Ombudsman. Ada tiga sample kantor tanah yang diambil, yakni BPN Kota Jambi, BPN Muaro Jambi dan BPN Muara Bungo.

BACA JUGA: Surat Dakwaan Beber Cara Zumi Zola Cari Rasuah

Ada beberapa hal yang menjadi temuan Ombudsman RI Perwakilan Jambi pada kantor pelayanan tersebut, yakni Maladministrasi, Pungutan Liar (Pungli), serta pegawai BPN yang tidak berkompenten dalam menyampaikan SOP pelayanan.

Abdul Rokhim, Asisten Ombudsman RI Perwakilan Jambi mengatakan, Maladministrasi yang ditemukan pihaknya adalah penundaan berlarut. Dari SOP seharusnya pemecahaan sertifikat perumahan selesai 15 hari, namun bisa meleset hingga 1 tahun. Rokhim menjelaskan, pada proses pemecahan sertifikat perumahan banyak ditemukan Pungli.

BACA JUGA: Usaha Nasi Goreng Bangkrut, Ican Kembali Jadi Bandit Jalanan

“Sebenarnya biaya dalam pemecahan sertifikat tidak lebih dari Rp 3 ratus ribu untuk satu sertifikat rumah type 36,” imbuhnya.

Kata Rokhim, aturan BPN biaya yang harus dikeluarkan untuk pemecahan sertifikat satu rumah type 36 yakni Rp 172 ribu, jumlah tersebut diluar biaya akomodasi juru ukur.

BACA JUGA: KPK Cermati Potensi Zumi Zola Lakukan Pencucian Uang

“Perkiraan biaya tranportasi dan akomodasi juru ukur untuk Kota Jambi tidak mungkin lebih dari 200 ribu. Jadi total biaya seharusnya tidak lebih dari Rp 3 ratus ribu,” jelasnya.

Lebih lanjut Rokhim menjelaskan, fakta di lapangan yang ditemukan pihakanya, biaya untuk pengurusan pemecahan sertifikat rumah type 36 berkisar Rp 1.750.000 hingga Rp 2.000.000.

“Bayangkan develover yang punya 700 unit rumah. Harus ngasih uang berapa,” sebutnya.

Selain Pungli dan Maladminsitrasi, kata Rokhim, pihaknya juga menemukan, banyak pegawai BPN yang tidak berkompenten dalam menjelaskan SOP pelayanan.

“Hal ini kami temukan dari teknik intelijen. Kami pura-pura ingin mendapatkan pelayanan di BPN,” katanya.

Diungkapakan Rokhim, secara nasional, pelayanan BPN merupakan urutan ketiga terbanyak pengaduan yang masuk ke Ombudsman.

“Yang pertama memang pelayanan Pemerintah Daerah seperti perizinan, kedua kepolisian, ketiga BPN.

BPN ini sudah banyak pengaduan juga kurang kooferatif,” jelasnya.

Dari diseminasi hasil kajian sistemik tersebut kata Rokhim, disepakati untuk dibuat Kelompok Kerja (Pokja).

“Rencananya akan dibuat pokja. BPN harus evaluasi SOP yang ada,” ujarnya.

Hendri, Kasubdit Pengukuran dan Pemetaan Kementerian ATR/BPN mengatakan, untuk pelyanan di BPN, semuanya harus sesuai SOP. “Jika tidak sesuai SOP tentu harus diteliti. Pasti ada masalah,” katanya.

“Kadang memang pada implementasinya SOP itu ada kendala, ada masalah. SDM terbatas,” akunya.

Hendri menyebut, dari aturan Kepala BPN 1 tahun 2010, untuk pemohon memang ditanggungkan biaya akomodasi dan transportasi juru ukur.

“Ada rumus menghitungnya. Biayanya harus dihutung berdasarkan aturan,” sebutnya.

Rencana pembentukan Pokja, sebut Hendri, dirinya sangat setuju. Nanti untuk mengawal pemecahan sertifikat rumah subsidi akan dilakukan oleh Pokja. (hfz)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Syahril Ajak Keluarga Wisata ke Sumsel Sambil Bawa 5 Kg Sabu


Redaktur & Reporter : Budi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler