jpnn.com, SURABAYA - Kapolri Jenderal Tito Karnavian meminta dukungan Presiden Jokowi untuk bisa melakukan tindakan tegas terhadap jaringan teroris.
Dia menyebutkan, serangan di Surabaya kemarin dilakukan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT). Mereka merupakan pendukung utama ISIS di Indonesia.
BACA JUGA: Detik-detik Satu Keluarga Berangkat dari Rumah Pangku Bom
’’Kami sudah melapor kepada bapak presiden bahwa Polri, TNI, dan BIN ini bergerak dan kami akan merapatkan barisan,’’ kata Tito saat meninjau lokasi ledakan di Surabaya, Minggu (13/5).
’’Ke depan saya meminta bapak panglima TNI. Beliau nanti mengirim kekuatan untuk melakukan operasi bersama,’’ lanjutnya.
BACA JUGA: Umat Katolik Diimbau Tidak Terprovokasi Â
Dalam operasi bersama itu, Tito menegaskan akan menangkap kelompok-kelompok dan sel-sel JAD-JAT. Juga, mereka yang diduga akan melakukan aksi. Operasi itu tidak akan mudah karena kelompok-kelompok teroris tersebut juga terlatih. Karena itu, dibutuhkan backup TNI. ’’Mereka mengerti cara menghindari deteksi intelijen,’’ ucap Tito.
Dita Oeprianto yang mengajak anak istrinya melakukan pengeboman beberapa waktu lalu pulang dari Syria. Kondisi itu memunculkan kekhawatiran tersendiri. Dita dan keluarganya yang terlihat biasa-biasa saja seperti warga kebanyakan malah menjadi pelaku bom bunuh diri.
BACA JUGA: Bom Surabaya Bikin Astrid Waswas
Di Indonesia cukup banyak orang yang baru pulang dari Syria untuk berjihad. Total ada 1.100 warga negara Indonesia yang pergi ke Syria. Sekitar 500 orang masih berada di Syria, sedangkan sekitar 500 lainnya dideportasi kembali ke Indonesia. ’’Ini menjadi tantangan kami. Karena mindset mereka masih mindset ideologi ISIS,’’ ungkap Tito.
Dia berharap revisi Undang-Undang Antiterorisme segera tuntas. Sudah setahun, tetapi pembahasan tak kunjung selesai. Padahal, dengan UU yang ada saat ini, yaitu UU No 15 Tahun 2003, penegak hukum sulit menindak jaringan-jaringan teroris. Kecuali, mereka sudah melakukan penyerangan.
’’UU kita Nomor 15 Tahun 2003 ini sangat responsif sekali. Jadi, kita bisa bertindak kalau seandainya mereka melakukan aksi atau sudah jelas ada barang buktinya. Kita ingin agar lebih dari itu. Salah satunya, negara atau pemerintah, institusi pemerintah, atau institusi hukum, misalnya pengadilan, menetapkan misalnya JAD-JAT sebagai organisasi teroris,’’ paparnya.
BACA JUGA: Kaitan Antara Aman Abdurrahman, Zainal Ansori, dan Dita
Tito menyatakan, revisi UU Antiterorisme dibutuhkan agar negara memiliki power lebih kuat untuk menangani ancaman. Orang-orang yang kembali dari Syria sama sekali tidak bisa diproses kalau mereka tidak melakukan pelanggaran. Misalnya, pemalsuan dokumen keimigrasian. Paling-paling polisi hanya bisa melakukan penahanan untuk interview selama tujuh hari. Setelah itu dilepas.
’’Setelah dilepas, kami monitor, mereka juga menghindar. Itu persoalannya. Jadi, sekali lagi, kami harapkan UU Antiterorisme ini cepat direvisi. Bila perlu kalau seandainya terlalu lama, kami memohon kepada Bapak Presiden untuk membuat perppu,’’ kata mantan kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme itu.
Di sisi lain, Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) juga menilai usul perppu UU Terorisme belum perlu dilakukan. Pasalnya, pembahasan revisi UU Terorisme sudah memasuki tahap akhir.
BACA JUGA: Detik-detik Satu Keluarga Berangkat dari Rumah Pangku Bom
’’DPR sebenarnya 99 persen siap ketuk palu sebelum reses lalu, namun pemerintah belum siap,’’ kata Bamsoet saat dihubungi.
Menurut mantan ketua komisi III itu, pemerintah meminta penundaan karena belum sepakat dengan pasal definisi terorisme. Bamsoet meyakini, begitu definisi terorisme disepakati, RUU Antiterorisme bisa segera diketok.
’’Jika pemerintah sudah sepakat tentang definisi terorisme, RUU Antiterorisme bisa dituntaskan pada masa sidang mendatang,’’ ujar wakil koordinator bidang pratama Partai Golkar itu. (mir/syn/bay/c5/ang)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bom Sidoarjo, Pria Terkapar di Dekat Pintu Kamar
Redaktur & Reporter : Soetomo