Sengketa Perusahaan Indonesia dan Oman

Otoritas Pelabuhan Palembang Diminta Berkoordinasi dengan Penyidik

Minggu, 14 Mei 2017 – 23:49 WIB
Peralatan pengeboran minyak RIG 1500 HP di pelabuhan Palembang. Foto: Istimewa

jpnn.com, JAKARTA - Kepolisian meminta otoritas pelabuhan di Palembang, Sumatera Selatan untuk berkoordinasi dengan penyidik menyangkut ekspor kembali peralatan pengeboran minyak RIG 1500 HP ke Oman. Pasalnya, peralatan itu sedang dalam penyelidikan kepolisian menyangkut sengketa antara pengusaha Oman dan perusahaan Indonesia.

Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Sumatera Selatan, Komisaris Besar Prasetijo Utomo dalam surat nomor B/170/V/2017/Ditreskrimum tanggal 10 Mei 2017, kepada Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas II Palembang, yang didapat wartawan menyebut, RIG 1500 HP milik perusahaan Oman, United Gulf Energy Resource LLC (UGER) yang akan diekspor kembali ke Oman sedang dalam penyelidikan tindak pidana karena bersengketa dengan perusahaan Indonesia, PT Besmindo Materi Sewatama.

BACA JUGA: Jangan Demi Ahok, Polisi Korbankan ?Tugas & Fungsinya

Dalam catatan kepolisian, Direktur PT Besmindo Materi Sewatama, Benyamin Dwijanto melaporkan kuasa hukum UGER, Addin Arifin, SH dan kawan-kawan ke kepolisian dengan tuduhan penipuan dan penggelapan karena mengambil RIG 1500 HP dari penguasaan pelapor secara paksa.

Atas dasar inilah, kepolisian setempat dalam suratnya kepada otoritas pelabuhan itu mengaku sedang menyelidiki tindak pidana penipuan dan atau penggelapan dan atau pencurian dengan pemberatan dan atau perampasan sebagaimana diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana terhadap korban atas nama Benyamin Dwijjanto. Hal itu diduga dilakukan oleh Addin Arifin, SH dan kawan-kawan pada 5 April 2017 di Talang Keramat, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan.

BACA JUGA: 30 Polisi Jalani Hukuman Fisik, 3 Masuk UGD

Menurut M. Sidik Latuconsina, SH selaku kuasa hukum Benyamin sekaligus juga pihak yang turut dirugikan oleh UGER meminta kepolisian untuk mengusut perkara ini secara tuntas sesuai hukum positif di Indonesia, dan juga meminta otoritas pelabuhan di Palembang untuk tidak memberi akses kepada pihak-pihak yang akan mengekspor kembali RIG 1500 HP benrilai Rp 250-an miliar ke Oman, karena obyek tadi masih dalam penyelidikan kepolisian.

“Sebelum sengketa UGER dengan Pak Benyamin dan saya jelas dan bersih, peralatan pengeboran minyak itu jangan dikirim ke Oman, dan pihak-pihak yang berusaha menguasainya dari kami harus diusut tuntas,” kata Sidik seperti siaran pers diterima Minggu (14).

BACA JUGA: LPAI: Libatkan Polisi dalam Pengamanan Sekolah

Sidik mengaku bahwa dia juga tercatat sebagai kuasa hukum UGER, namun perusahaan Oman itu juga tak kunjung membayar jasanya bernilai 750.000 dolar AS meskipun sudah diberi somasi sampai tiga kali. “UGER juga harus menyelesaikan persoalan dengan saya,” tambah Sidik.

Menurut korban pelapor Benyamin, UGER seharusnya membayar jasa yang telah dikeluarkan oleh perusahaannya untuk mengurus RIG 1500 HP sekitar 3.424.977 dolar AS. Perusahaanya, kata Benyamin, telah diberi kuasa oleh UGER untuk mengurusi pengembalian RIG 1500 HP dari Sungai Penuh, Jambi ke Palembang, Sumatera Selatan, tepatnya di lokasi penampungan sementara sebelum dikapalkan menuju Oman.

Pengurusan RIG 1500 HP milik UGER itu dilaksanakan korban pelapor menggunakan alat angkut jenis trailer sebanyak kurang lebih 67 trayek dengan waktu kerja dua bulan.

Menurut Sidik, semua kerja sama antara UGER dan korban pelapor Benyamin dibuat secara tertulis dan bermaterai dalam bahasa Inggris dan Indonesia pada 9 Februari 2013. Dan, ketika RIG 1500 HP itu sudah sampai di lokasi penampungan sementara di Palembang, UGER menolak membayar jasa kepada perusahaan korban pelapor bernilai sekitar 3.424.977 dolar AS dengan alasan nilai relatif mahal.

“Padahal harga itu masih bisa dinegosiasikan ulang, tapi perusahaan asal Oman itu menolak tanpa memberi alasan,” kata Sidik Latuconsina.

Sikap UGER ini, tambah Sidik, membuat korban pelapor mengamankan peralatan pengeboran minyak itu di lokasi penampungan sementara sesuai surat kuasa yang dibuat bersama. Korban pelapor mengamankan peralatan itu dengan tujuan untuk meminta UGER agar membayar jasa kerja sesuai perjanjian.

“Ketika peralatan pengeboran itu sudah siap dikapalkan menuju Oman, UGER bukannya membayar tagihan dari korban pelapor tetapi melalui kuasa hukumnya justru melaporkan korban pelapor ke Polda Metro Jaya dengan tuduhan tindak pidana,” kata Sidik.(*/end)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Butuh Bantuan Polisi? Cukup Gunakan Aplikasi Ini


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler