jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah menerapkan kebijakan Otonomi Khusus (Otsus) Papua sebagai salah satu upaya menjaga perdamaian dan membangun kesejahteraan masyarakat di Bumi Cenderawasih.
Kebijakan Otsus Papua dipayungi UU Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua.
BACA JUGA: Kronologi Penembakan KKB Terhadap 2 Tukang Ojek, Satu Korban Dianiaya, Sadis
Pemerintah menjamin, Otsus tidak hilang di Papua dan Papua Barat. Hanya dilakukan evaluasi perbaikan, agar benar-benar dirasakan oleh masyarakat Papua dan Papua Barat.
“Sekarang ini dievaluasi lagi, bukan berakhir, sepanjang undang-undang tidak dicabut (atau) dibatalkan, akan tetap berlanjut," ujar John Wempi Wetipo, Wakil Menteri PU, dalam diskusi “Bagaimana Cara Otsus Melindungi Hak Orang Asli Papua?” Selasa, (15/9).
Dijelaskan, pemerintah memberikan kewenangan khusus bagi Papua dan Papua Barat. Namun implementasinya perlu dievaluasi menyeluruh.
BACA JUGA: KKB Mengamuk di Intan Jaya, Sebagian Besar Sudah Meninggalkan Tembagapura
"Sampai hari ini belum ada keterbukaan nyata baik pemerintah provinsi, kabupaten, terkait implementasi baik sisi kebijakan penyerapan dana, juga kesejahteraan," kata Wempi.
Otsus yang diberikan pemerintah diibaratkan air mengalir tetapi tidak sampai utuh ke masyarakat. Apakah hal ini memang karena ada kebocoran di tengah jalan, sehingga perlu diluruskan. Karena itu, diharapkan tidak perlu ada kecurigaan dari daerah.
BACA JUGA: WNA Tengok Istri di Surabaya, Bersitegang dengan Warga Tulungagung, Dijemput Paksa
Wempi mengatakan, saat ini merupakan waktu tepat untuk dilakukan evaluasi penerapan otsus Papua, agar lebih baik ke depan. Kalau pun ada penolakan, hal wajar, karena penerapan Otsus masih perlu perbaikan.
“Kalau belum memberi manfaat besar ke masyarakat, ke depan, perbaikan harus seperti apa,” ucapnya.
Wempi berharap, ada evaluasi menyeluruh dari pemerintah provinsi karena dana kebijakan Otsus dikelola pemrov. Dari situ bisa diketahui, apakah selama ini dana otsus dialokasikan dengan tepat sasaran.
"Jangan sampai juga, muncul ego masing-masing sehingga komunikasi antara pemerintah kabupaten dan pemerintah provinsi tidak berjalan dengan baik yang ujungnya menghambat penerapan Otsus. Ini perlu diperbaiki ke depan,”ucapnya.
Menurut Wempi, jika pelaksanaan Otsus masih ada kendala, jangan kemudian yang muncul isu-isu pemekaran.
Sebab, sejatinya yang terpenting sekarang ini ialah membangun kesejahteraan ekonomi, infrastruktur, memanusiakan orang Papua, supaya duduk sama rendah berdiri sama tinggi.
“Dana Otsus maupun pembangunan di Papua dan Papua Barat, harus menyelaraskan antara pembangunan sumber daya manusia dan pembangunan fisik, infrastruktur," cetusnya.
Apalagi, akan ada Inpres terkait percepatan kebijakan pembangunan dan kesejahteraan Papua. Itu sebabnya semua elemen perlu duduk bersama, agar Otsus lebih bagus.
Agar apa yang diharapkan pemerintah pusat didukung daerah, maka perlu dibuat forum dialog bersama.
Jangan sampai muncul kelompok-kelompok, yang kemudian datang ke pusat dan bicara sesuai kepentingan sendiri-sendiri sehingga membingungkan para pengambil kebijakan negara.
Dalam kesempatan sama, Bupati Jayapura Mathius Awoitauw menambahkan, Otsus memang perlu dievaluasi agar kebijakan di level provinsi ke kabupaten bisa seragam karena seringkali terjadi dualisme sehingga anggaran Otsus tidak bisa dieksekusi di level kabupaten.
Ini terjadi karena kabupaten sering tidak memiliki akses terhadap kebijakan Otsus.
Salah satu indikatornya, indeks kesejahteraan di Papua, masih rendah yang menandakan Otsus belum optimal menjawab kesejahteraan.
Ke depan perlu dibuat mekanisme yang jelas, siapa yang memutar dana Otsus, bagaimana evaluasi pengawasannya, dan dibicarakan baik-baik antara pusat dan pemerintah provinsi. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad