Otto Sebut Hasil Audit BPK soal Kasus BLBI Dinilai Janggal

Kamis, 01 Februari 2018 – 21:32 WIB
Otto Hasibuan. Foto: Dok. Jawa Pos

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Dewan Pembina Perhimpunan Advokat Indonesia Otto Hasibuan angkat bicara terkait laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam penyelesaian kewajiban obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Otto menilai ada yang janggal dalam laporan audit BPK tertanggal 25 Agustus 2017 tersebut karena menyebut adanya kerugian keuangan negara.

BACA JUGA: Bang Otto Tegaskan Tugas Advokat Memang Halangi Penyidikan

Menurut Otto, laporan audit tersebut sangat berbeda dan bertentangan dengan Laporan BPK atas kasus yang sama pada 30 November 2006.

Ketua Dewan Pembina Perhimpunan Advokat Indonesia itu menunjuk pada pemberitaan media pada 9 Oktober 2017.

BACA JUGA: Sah, Peradi Angkat Sultan Yogya Jadi Anggota Kehormatan

Otto Hasibuan mengingatkan tentang laporan hasil pemeriksaan BPK tanggal 30 November 2006 yang berpendapat SKL layak diberikan kepada pemegang saham BDNI atau Sjamsul Nursalim karena telah menyelesaikan seluruh kewajiban yang disepakati dalam perjanjian Master Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) serta telah sesuai dengan kebijakan Pemerintah dan Instruksi Presiden No. 8 Tahun 2002.

Laporan audit BPK 30 November ini sudah disampaikan ke DPR. Dan itu sudah final dan bersifat mengikat (binding).

BACA JUGA: Peradi Perkuat Komitmen Bantu Warga Miskin Lewat Pro Bono

"Apakah BPK bisa membuat dua laporan audit yang bertentangan satu sama lain terhadap satu soal yang sama?" kata Otto Hasibuan ketika dikonfirmasi wartawan, di Jakarta, Kamis (1/2).

Otto menilai audit tersebut bertentangan dengan laporan BPK 30 Nopember 2006 itu memberi kesan kuat adanya ketidakpastian hukum.

Menurutnya, pengabaian KPK atas hasil audit BPK sebelumnya terhadap penerbitan SKL BLBI menjadi preseden buruk dalam sistem penegakan hukum ke depan.

Guru Besar Hukum Universitas Pajajaran Bandung I Gede Pantja Astawa yang juga adalah anggota Majelis Kehormatan Kode Etik (MKKE) BPK mengkritisi adanya audit BPK kelima kali yang dikatakan oleh KPK sebagai ada kerugian negara dibalik pemberian SKL kepada BDNI. Padahal, empat kali sebelumnya BPK sudah mengaudit hal sama.

“Sebetulnya persoalan ini sudah clear. Terlebih BPK di tahun 2006, sudah merilis LHP (laporan hasil pemeriksaan). Disitu dikatakan tidak ada kerugian negara. Jadi dari sisi mana dikatakan merugikan keuangan negara,” kata Pantja.

Dia pun menilai audit BPK yang sudah dilakukan beberapa kali, lalu dimintakan untuk diaudit kembali, merupakan bentuk pengabaian mandat sekaligus hasil kerja BPK sebelumnya.

Dia menggarisbawahi peran BPK yang ditegaskan dalam konstitusi. Tindakan pengabaian KPK terhadap audit-audit BPK sebelumnya dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan pada BPK di mata siapa pun entitas yang diperiksanya.

Sjamsul Nursalim sendiri tidaklah berperkara dengan KPK, tapi namanya dan BDNI berulangkali disebut oleh Jubir KPK saat memberikan keterangan pers tentang proses perkara Syafruddin Arsyad Temenggung, mantan Ketua Badan BPPN, yang disangka telah merugikan negara sebesar Rp 4,58 triliun berkaitan dengan SKL BLBI yang dikeluarkan.(fajar/jpc)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Cerita di Balik Pecahnya Kongsi Fredrich, Otto dan Maqdir


Redaktur & Reporter : Budi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler