P2G Desak Anies Baswedan Hentikan Asesmen PTM Terbatas DKI, Ada Aroma Bisnis

Senin, 20 September 2021 – 15:25 WIB
Siswa SD sedang PTM Terbatas dengan menerapkan protokol kesehatan. Ilustrasi Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mencurigai asesmen pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas berselubung bisnis sehingga meminta Gubernur DKI Anies Baswedan menghentikannya.

Pasalnya, asesmen dilakukan oleh platform pembelajaran swasta yakni sekolah.mu dan bukan oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta.

BACA JUGA: Syarat PTM Terbatas di Jakarta Mengisi Platform Sekolah.mu, P2G: Tak Relevan

"Kami mendesak, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menghentikan model asesmen PTM yang merugikan guru, anak, dan orang tua macam ini," kata Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim yang dihubungi JPNN.com, Senin (20/9).

Dia menyebutkan akan ada 1.500 sekolah di DKI dibuka dengan metode asesmen yang tak relevan sebab lebih banyak menanyakan data pribadi guru, siswa, dan orang tua murid.

BACA JUGA: Pernyataan Tegas Pejabat Kemendikbudristek soal PTM Terbatas, Kepsek Harus Tahu

Sebab pemerintah provinsi tidak menilai langsung ke sekolah secara faktual dan objektif seperti bagaimana kesiapan infrastruktur sarana prasarana sekolah, pemenuhan daftar periksa, kurikulum, SOP sekolah, data warga sekolah yang komorbid, dan kesiapan orang tua plus siswa.

"Ini aneh dan kami sebagai guru yang diasesmena merasa keberatan," tegas Satriwan.

BACA JUGA: Didampingi Anies Baswedan, Jokowi Meresmikan Fasilitas untuk Membantu Masyarakat

P2G menilai target Dinas Pendidikan DKI Jakarta akan membuka 1.500 sekolah pada akhir September terlalu obsesif dan risiko membahayakan mengingat asesmen penentuan sekolah layak atau tidak memulai PTM Terbatas, bukan dilakukan tim Pemprov DKI Jakarta yang langsung terjun ke sekolah-sekolah.

Pemprov justru melakukan subkontrak kepada salah satu perusahaan pembelajaran digital (sekolah.mu), dengan metode mengisi 11 modul yang tak relevan dengan PTM terbatas.

Sekretaris P2G Provinsi DKI Jakarta Abdul Rahman juga menyayangkan perusahaan platform pembelajaran ini dalam modulnya, hanya memberikan pemahaman tentang blended Learning bagi guru dan siswa, tetapi tidak mempertimbangkan fasilitas yang dimiliki sekolah dalam implementasinya. 

"Pelatihan blended learning dipelajari secara mandiri, dengan membaca tayangan power point dan membuka link-link video, ya mirip-mirip pelatihan Kartu Prakerja," ucap Abdul Rahman. 

Jadi, kata dia, tidak ada pelatihan dengan penjelasan langsung. Selain itu, tidak ada dialog dengan instruktur yang sebenarnya dibutuhkan guru. (esy/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur : Natalia
Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler