jpnn.com, JAKARTA - Dewan Pengurus Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengapresiasi KemenPAN-RB yang mengeluarkan PermenPAN-RB Nomor 20 Tahun 2022 tentang Pengadaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja untuk Jabatan Fungsional Guru pada Instansi Daerah Tahun 2022.
P2G meminta dengan regulasi tersebut, para guru honorer peserta seleksi PPPK tahap I dan II 2021 yang telah lulus passing grade, tetapi tidak ada formasi di daerahnya agar menjadi prioritas utama seleksi tahap III 2022 tanpa dites kembali.
BACA JUGA: Dirjen GTK: Guru Lulus PG PPPK 2021 Wajib Mendaftar di Sekolah Induk
"P2G mendesak agar pansel dan pemda betul-betul memprioritaskan 193.954 guru yang sudah lulus passing grade seleksi PPPK 2021, tetapi tak ada formasi,” kata Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim di Jakarta, Senin (6/6).
Dia mengatakan P2G mengapresiasi skema pelamar prioritas satu, dua, dan tiga sebagaimana diatur Pasal 5, sepanjang pemda betul-betul melaksanakannya dengan konsisten.
BACA JUGA: Untung Minta Pemkab Gunung Mas Mengakomodasi Honorer Menjadi PPPK
Namun, dia menyayangkan, skema pelamar prioritas satu, dua, dan tiga tidak memasukkan kategori guru swasta yang tak lolos passing grade PPPK 2021.
Berdasarkan laporan jaringan P2G di daerah termasuk Jakarta, banyak guru swasta peserta PPPK 2021 sudah dipecat oleh yayasan, meskipun akhirnya mereka tidak lulus tes PPPK.
BACA JUGA: Memperjuangkan Honorer menjadi PPPK, Pemkot Palembang Segera Temui KemenPAN-RB
Mestinya, kata dia, permenPAN-RB memasukkan kategori guru swasta menjadi pelamar prioritas 4, sehingga mereka masih berpeluang diterima PPPK 2022 tanpa tes kembali.
Lebih lanjut P2G mendesak skema prioritas satu, dua, dan tiga dalam seleksi guru PPPK 2022 nanti dilaksanakan berdasarkan data yang valid.
“Jangan sampai guru yang tidak ikut tes PPPK tahap 1 dan 2 tahun 2021, tiba-tiba namanya muncul sebagai prioritas dalam seleksi 2022 nanti, jelas merugikan peserta lain yang ikut tes sebelumnya," katanya.
Satriwan menilai koordinasi, harmonisasi, dan konsistensi kebijakan antara pemda dan pemerintah pusat lintas kementerian/lembaga menjadi penentu mutlak agar aturan dijalankan, sehingga tak merugikan guru honorer.
Menurutnya, yang menjadi persoalan seleksi guru PPPK selama ini adalah buruknya koordinasi antara pusat dan daerah termasuk ketidaksamaan pandangan antara pemda dengan pemerintah pusat terkait mekanisme penggajian dan tunjangan bagi guru PPPK.
“P2G khawatir PermenPAN-RB Nomor 20 Tahun 2022 akan menjadi 'macan kertas' dalam implementasinya oleh pemda di daerah,” terang dia.
P2G mendesak pemda yang belum membuka formasi guru PPPK 2021 untuk membuka formasi 2022. Kebutuhan guru ASN mengajar di sekolah negeri sangat mendesak.
“Kita mengalami kekurangan 1.312.759 guru ASN di sekolah negeri sampai 2024. Darurat kekurangan guru ASN di sekolah negeri di depan mata. Oleh karena itu, solusi membuka formasi guru PPPK oleh pemda adalah solusi atas darurat kekurangan guru nasional meskipun jangka pendek,” jelas dia.
P2G mendesak pemerintah memberikan perhatian khusus untuk formasi guru pendidikan agama dan budi pekerti. Dia mengungkap, hingga 2022 ini pemerintah sebenarnya membutuhkan 242.000 guru agama berstatus ASN di sekolah negeri.
Perinciannya, 125.000 guru Pendidikan Agama Islam, 57.000 guru Pendidikan Agama Kristen, 36.000 guru Pendidikan Agama Katolik, 13.000 guru Pendidikan Agama Hindu, 8.000 guru Pendidikan Agama Buddha, dan 1.000 guru Pendidikan Agama Khonghucu.
"Kebutuhan guru pendidikan agama di sekolah negeri tinggi sekali, tetapi sangat disayangkan tahun 2022 pemerintah hanya membuka 27.303 formasi saja. Jauh panggang dari api," katanya.
P2G berharap juga pemda yang tidak membuka formasi guru agama pada 2021, seperti Provinsi DKI Jakarta, segera membuka formasi.
P2G mendesak Presiden Jokowi membuka kembali seleksi guru PNS mulai 2022 dan seterusnya.
Sebab, ujar Satriwan, perlu disadari bahwa guru PPPK bukanlah solusi jangka panjang melainkan jangka pendek. Hal ini statusnya kontrak dengan pemda minimal satu tahun dan maksimal lima tahun saja. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi