jpnn.com - JAKARTA - Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menyatakan terdapat beragam masalah dalam pelaksanaan seleksi penerimaan peserta didik baru (PPDB).
Oleh karena itu, P2G meminta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) meninjau ulang dan mengevaluasi total kebijakan sistem PPDB.
BACA JUGA: P2G Sebut Sistem PPDB Sudah Melenceng, Kemendikbudristek Harus Turun Tangan
Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim mengatakan bahwa evaluasi serta tinjau ulang sistem PPDB sangat penting.
"Karena P2G menilai tujuan utama PPBD mulai melenceng dari relnya," kata Satriawan dalam keterangan di Jakarta, Senin (10/6).
BACA JUGA: Ada yang Tidak Beres, P2G Sebut 24 Episode Merdeka Mengajar Harus Dievaluasi
P2G mengungkap beragam masalah dalam seleksi PPDB, seperti adanya migrasi domisili melalui kartu keluarga (KK) calon siswa ke wilayah sekitar sekolah yang dinilai favorit.
Menurut Satriwan, migrasi domisili umumnya terjadi di wilayah yang mempunyai sekolah unggulan, yakni dengan menitipkan nama calon siswa ke KK warga sekitar.
BACA JUGA: DIM RUU ASN: PPPK Tidak Mendapat Pensiun, Kesejahteraan Setara PNS, Ini PerinciannyaÂ
"Itu sekaligus menunjukkan fakta bahwa kualitas sekolah di Indonesia belum merata, sehingga orang tua berlomba-lomba memasukkan anaknya ke sekolah yang dianggap lebih unggul," ungkap Satriwan.
Permasalah lain adalah terdapat sekolah yang kelebihan calon peserta didik baru karena terbatasnya daya tampung, khususnya di wilayah perkotaan.
Sebagai contoh di DKI Jakarta, jumlah calon peserta didik baru (CPDB) 2023 jenjang SMP/MTs adalah 149.530 siswa, sedangkan total daya tampung hanya 71.489 atau sekitar 47,81 persen.
"Implikasinya adalah dipastikan tidak semua calon siswa dapat diterima di sekolah negeri sehingga swasta menjadi pilihan terakhir,” kata Satriwan.
Permasalahan berikutnya adalah adanya sekolah yang kekurangan siswa karena sepi peminat, mengingat di beberapa daerah jumlah calon siswa yang sedikit, namun jumlah sekolah negeri banyak dan berdekatan.
Kasus tersebut di antaranya terjadi di Batang, yaitu ada 21 SMP negeri kekurangan siswa pada PPDB 2022. Kemudian, di Jepara tercatat 12 SMP negeri masih kekurangan siswa.
Kepala Bidang Litbang Pendidikan P2G Feriansyah menuturkan persoalan ini berdampak serius terhadap guru, yakni bisa tidak mendapat tunjangan profesi guru karena kekurangan jam mengajar 24 jam per minggu.
"Solusi sekolah kekurangan murid adalah pemda hendaknya menggabungkan sekolah negeri serta memperbaiki akses infrastruktur dan transportasi menuju sekolah," katanya.
Permasalahan dalam PPDB yang juga sering muncul adalah praktik jual beli kursi, pungutan liar, dan siswa titipan dari pihak tertentu, seperti di Bali, Bengkulu, Tangerang, Bandung, dan Depok.
Permasalahan lainnya, yaitu adanya anak yang berasal dari keluarga tidak mampu (jalur afirmasi) dan anak dalam satu zonasi yang tidak dapat tertampung di sekolah negeri.
"Bagi P2G, sistem PPDB oleh pemerintah wajib memprioritaskan anak miskin dan satu zona untuk diterima di sekolah negeri," pungkasnya. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi