jpnn.com, JAKARTA - Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengkritisi perlakuan pemerintah yang berbeda terhadap anak bangsa.
Di saat pegawai pajak hidup makmur, ada guru honorer dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) yang kesejahteraannya di bawah.
"Nasib guru honorer dan PPPK masih terlunta-lunta. Berbanding terbalik dengan tunjangan kinerja pegawai Ditjen Pajak, Kementerian Keuangan, yang nilainya sangat fantastis," kata Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim, Selasa (28/2).
Dia mencontohkan, berdasarkan Perpres Nomor 37 Tahun 2015 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Direktorat Jenderal Pajak, level "Pranata Komputer Pelaksana Pemula" (Peringkat Jabatan 7) paling rendah saja mendapat tunjangan sebesar Rp 12,3 juta per bulan.
BACA JUGA: Guru Honorer P1 dari 14 Daerah Bakal Kepung Kemendikbudristek & KemenPAN-RB, Sabarnya Habis Bos!
Di sisi lain, para guru TIK (Komputer) justru mata pelajarannya hilang dalam Kurikulum 2013.
Para guru honorer ujar Satriwan, masih banyak yang diberi upah Rp 500 ribu per bulan. Itu pun dibayar rapel sesuai pencairan dana BOS, triwulan sekali.
BACA JUGA: Ketum Guru Honorer Lulus PG PPPK 2021 Mimpi Bertemu Dirjen Nunuk, Pertanda Baik?
Guru honorer bukan meminta pemerintah menyamakan gaji dan tunjangan dengan pegawai pajak, tetapi hanya berharap penuhilah kewajiban minimal negara kepada guru sesuai pasal 14 ayat 1 UU Guru dan Dosen," pinta Satriwan Salim.
Pasal 14 (ayat 1) UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyebutkan: "Guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial."
Dia menyebutkan tunjangan pegawai pajak jabatan terendah saja sebesar Rp 5,3 juta per bulan.
Jumlah yang sangat fantastis dibanding nasib guru PPPK Kabupaten Serang yang tak terima gaji sampai enam bulan, bahkan di Bandar Lampung sampai sembilan bulan. Padahal statusnya sama-sama ASN.
P2G menilai profesi guru belum dimuliakan di republik ini dibanding profesi lain. Sementara, tugasnya amat mulia, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Menentukan bagaimana kualitas generasi bangsa ke depan.
"Kami masih ingat sekali Bu Menkeu Sri Mulyani sering bilang, tunjangan sertifikasi guru besar tapi guru tetap tak berkualitas," ujarnya.
Mestinya kata Satriwan, Bu Menkeu berkaca, sebesar-besarnya tunjangan sertifikasi, untuk guru swasta 1,5 juta perbulan. Coba bandingkan dengan tunjangan pegawai terendah Ditjen Pajak.
Satriwan melanjutkan Menkeu sebenarnya tahu hingga 2023 ini sebanyak 1,6 juta guru belum mendapatkan tunjangan sertifikasi.
Para guru sabar menanti belasan tahun demi kesejahteraan keluarganya. Yang nominalnya jauh bagaikan langit dengan bumi dibanding tunjangan pegawai pajak.
Ditambah lagi fakta, nasib pilu guru honorer yang hanya digaji Rp 500 ribu - Rp 1 juta perbulan. Jauh di bawah UMP/UMK buruh. Mereka juga belum kunjung mendapatkan tunjangan sertifikasi. Apakah negara berpihak kepada kesejahteraan guru? Rasanya jauh panggang dari api.
Nasib menyedihkan dan mengecewakan terus menimpa para guru yang mengikuti seleksi PPPK. Hingga hari ini Panselnas belum kunjung mengumumkan hasil seleksi yang dilakukan sejak 2021.
Seharusnya pengumuman seleksi pada 2-3 Februari 2023, tetapi terus ditunda.
Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan, Nunuk Suryani berjanji akan umumkan hasil seleksi pada minggu ke-3 dan 4 Februari. Sayangnya hingga hari ini Februari rilis ini dibuat tak ada satupun info.
"Lagi-lagi para guru PPPK 'di-ghosting' terus-menerus oleh pemerintah. Sudah 2 tahun nasib guru PPPK enggak jelas, digantung," ungkap Satriwan kecewa. (esy/jpnn)
Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Mesyia Muhammad