Pak Anies, Perda Ini Bisa Bikin Mal di Jakarta Gulung Tikar

Rabu, 11 Desember 2019 – 14:33 WIB
Pusat perbelanjaan di Jakarta. Foto: Natalia Laurens/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Penerapan Perda Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perpasaran yang dikeluarkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan diprotes dunia usaha di ibu kota.

Pasalnya, kebijakan yang dibuat sejak Mei 2018 itu dianggap bisa membuat pusat-pusat perbelanjaan atau mal merugi hingga tutup.

BACA JUGA: 50 Anggota TGUPP untuk Bantu Anies Baswedan, Sisanya Dicopot dari Jabatan

Setidaknya ada tiga organisasi yang menilai kebijakan daerah yang dipimpin Gubernur Anies tersebut tidak mungkin dilaksanakan.

Ketiganya adalah Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO), dan Real Estate Indonesia (REI).

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Gaji Fantastis Suami Iis Dahlia di Garuda Indonesia hingga Kejutan SBY Hari Ini

Ketua Umum APPBI Stefanus Ridwan mengatakan perda tersebut memuat sejumlah kewajiban bagi para pengelola mal untuk memberdayakan para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) melalui tiga pola kemitraan (Pasal 41 ayat 2), yakni; penyediaan lokasi usaha, penyediaan pasokan, dan/atau penyediaan fasilitas.

"Dari tiga pola kemitraan tersebut, penyediaan lokasi usaha merupakan pola kemitraan yang wajib dilaksanakan. Di mana, pengelola diwajibkan untuk menyediakan ruang usaha sebesar 20 persen secara gratis untuk pelaku UMKM," ucap Stefanus dikutip dari siaran persnya, Rabu (11/12).

BACA JUGA: Anies Baswedan Pecat Pejabat Terlibat Tes Honorer K2 Masuk Selokan

Bagi APPBI, kata Stefanus, jika digratiskan, pengelola mal tidak mungkin menanggung biaya 20 persen ruang usaha yang diberikan untuk UMKM, karena saat ini bisnis pusat belanja sedang tidak baik, dan banyak yang merugi.

"Sedangkan yang sukses pun baru 12 tahun (tanpa menghitung harga tanah) baru bisa break event point (BEP) sehingga dengan diterapkannya Perda 2 tahun 2018 mengakibatkan pusat belanja akan merugi dan tutup," jelasnya.

Stefanus menyebutkan, APPBI mendukung langkah Pemprov DKI dalam memberdayakan UMKM.

Bahkan selama ini pusat perbelanjaan juga telah menjalin kemitraan dengan pelaku UMKM.

Saat ini, telah ada 42.828 tenant UMKM di 45 dari total 85 pusat perbelanjaan di Jakarta dan 762 kios UMKM juga sudah beroperasi di kantin-kantin karyawan mal.

Selain itu, anggota APPBI di Jakarta juga rutin menggelar pameran UMKM. Setidaknya ada 1.712 kali pameran UMKM dalam setahun.

"Ini menunjukan bahwa APPBI berpihak pada UMKM dan mendukung pengembangan industri ini," tutur Stefanus.

Pihaknya juga menilai, kewajiban menyediakan 20 persen ruang usaha untuk UMKM lain secara gratis, akan membuat pelaku UMKM yang sudah ada kalah bersaing.

Karena mereka harus membebankan biaya sewa kepada konsumen dalam bentuk harga produk yang lebih mahal. Kondisi tersebut tentu akan mendorong UMKM terlibat dalam persaingan yang tidak sehat.

"APPBI menilai, apabila aturan yang tercantum dalam Perda ini tetap dilaksanakan, itu berpotensi membuat semua pusat perbelanjaan tutup. Tanpa adanya aturan itu pun, sejumlah pengelola pusat belanja saat ini tengah berupaya mengatasi kondisi bisnis retail yang sedang lesu," terangnya.

Sementara itu, Ketum HIPPINDO Budiharjo Iduansjah menilai perlu ada definisi yang jelas soal produk UMKM dalam perda tersebut.

Kemudian, produk yang ditawarkan harus sesuai dengan kelas/target konsumen dari masing-masing pusat perbelanjaan.

Menurut Budiharjo, tidak mungkin pusat perbelanjaan dengan target konsumen kelas atas diisi dengan UMKM yang menawarkan produk seperti yang dijajakan pedagang kaki lima.

Kecuali pelaku UMKM tersebut menjual produk yang memang sesuai dengan kelas/konsumen di pusat belanja tersebut

Oleh karena itu, HIPPINDO ikut menolak jika ruang usaha sebesar 20 persen tersebut diberikan secara gratis.

Sebab, hal tersebut akan menimbulkan persaingan tidak sehat bagi anggota UMKM HIPPINDO yang sudah menyewa ruang-ruang usaha di pusat-pusat perbelanjaan.

"Kebijakan itu juga akan berdampak pada kenaikan harga sewa. Karena pusat perbelanjaan tidak mungkin untuk menanggung beban operasional dan servis dari 20 persen ruang usaha yang diberikan secara gratis tersebut, dan akan membebankan ke penyewa lainnya," tandas Budi.(fat/jpnn)

 


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler