jpnn.com, JAKARTA - Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri Soemarsono mengingatkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan agar tidak sembarangan menunjuk orang-orang masuk Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP).
Menurut Soemarsono, memang orang yang berada dalam TGUPP yang bersifat ad hoc itu dipilih secara profesional berdasarkan syarat-syarat yang ditentukan gubernur.
BACA JUGA: Anies Tambah Dana Hibah, Ormas Diguyur Duit Miliaran Rupiah
Namun, kata dia, jika mau subjektif sudah tentu gubernur pasti akan memilih orang-orang yang selama ini membantunya memenangkan pilkada.
"Karena itu sebagai dirjen otda saya mengharapkan walaupun itu tim sukses tapi paling tidak memiliki kompetensi dan keahlian yang dibutuhkan oleh DKI Jakarta," kata Soemarsono di gedung DPR, Jakarta, Kamis (23/11).
BACA JUGA: Ini Alasan Anies Baswedan Anggarkan Gaji TGUPP dari APBD
Soemarsono menegaskan tidak ada larangan gubernur memilih siapa pun termasuk pihak-pihak yang membantunya memenangkan pilkada.
"Tapi, jangan semua tim sukses masuk, atau diwadahi semuanya yang kebetulan hanya karena penampungan saja," katanya.
BACA JUGA: Staf Gubernur Masuk TGUPP, Anies: Tak Ada Lagi Partikelir
Menurut Soemarsono, jumlahnya pun harus dibatasi. TGUPP era Anies ini jumlahnya 74 orang. Sebelumnya hanya 15 orang.
Dia mengatakan dari 74 itu harus dijelaskan terperinci lagi mengenai keahliannya.
"Jadi 74 harus diperinci apa kerangka acuannya, apa output-nyya, apa tugasnya. Scope-nya jangan sampai bertabrakan dengan SKPD (satuan kerja perangkat daerah)," katanya.
Dia mengatakan, TGUPP yang resmi dibiayai Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) murni.
Kemudian jika ada tim pendamping yang memang tidak memenuhi syarat keahlian tertentu dibiayai dengan BOP atau biaya operasional gubernur.
Soemarsono menjelaskan, Basuki Tjahaja Purnama saat menjabat gubernur mengikhlaskan sebagian uangnya di BOP untuk membiayai tim yang jumlahnya 40 orang ini.
"Dan ini kemudian saya teruskan, sebagian saya biayai dari BOP saya ketika jadi plt (pelaksana tugas gubernur)," katanya.
Karena itu dia menegaskan tidak ada biaya dari swasta. Melainkan dibiayai oleh BOP. Nah, BOP itu tidak dianggarkan dalam APBD khusus TGUPP.
"Setahu saya jadi plt tidak ada indikasi swasta membiayai. Hanya orang bodoh yang mau dibiayai swasta untuk mengendalikan pemerintahan," katanya.
Namun, kata dia, kalau orang di dalam TGUPP itu direkrut dari unsur swasta memang benar adanya.
"Kami ambil mereka itu karena punya profesionalisme," tegasnya.
Yang bahaya, kata Soemarsono, jangan sampai terjadi seperti di era Basuki. Dia mencontohkan, oknum staf khusus kalau masuk ke SKPD seperti gubernur bayangan, bahkan lebih ditakuti dari Ahok.
"Selalu pinjam nama. Kedatangan dia seperti mempersonifikasi Pak Ahok. Dia menjadi gubernur bayangan. Biasa sekali orang meminjam nama pimpinan," katanya.
Menurut Soemarsono, tidak ada yang bisa menjamin 74 orang ini nantinya tidak meminjam nama dan kewenangan pimpinan untuk bertindak atas nama pimpinan. Padahal pimpinan tidak menyuruh.
"Ini situasi yang dihadapi SKPD. Saya bisa bayangkan 74 itu dia merasa terkawal oleh staf. Apalagi kalau stafnya ilmunya lebih bawah dari SKPD, bisa bayangkan secara moral pasti. Kalau lebih hebat tidak apa-apa," paparnya.
Karena itu, dia mengingatkan, Anies menyeleksi orang harus profesional dan betul-betul pengalaman. Meski memiliki tugas khusus dan kewenangan yang jelas, tim ad hoc tidak punya hak mengambil keputusan.
"Output-nya adalah rekomendasi kepada gubernur. Itu yang penting. Jadi gubernur yang membuat keputusan," tegasnya.
Seperti diketahui, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengalokasikan dana Rp 28,99 miliar untuk TGUPP dalam Rancangan APBD DKI Jakarta 2018.
Angka tersebut naik 12 kali lipat dibanding anggaran sebelumnya yang hanya Rp 2,35 miliar.
Dana itu untuk membiayai antara lain honor ketua TGUPP Rp 27 juta. Anggota Rp 24 juta. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Temui Jokowi, Anies Diminta Genjot Pengerjaan Tiga Proyek
Redaktur & Reporter : Boy