Pak Bupati Meranti Rencananya Pakai Duit Hasil Korupsi untuk Maju di Pilgub Riau

Sabtu, 08 April 2023 – 01:30 WIB
Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil (baju hitam) telah tiba di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan, Jumat (7/4). Foto: Source for JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mensinyalir uang hasil rasuah Bupati Meranti Muhammad Adil dipakai untuk kebutuhan politik untuk Pemilihan Gubernur Riau pada 2024.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan uang itu berasal dari pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang kepada penyelenggara negara atau yang mewakilinya tahun anggaran 2022 sampai 2023.

BACA JUGA: KPK Tetapkan Bupati Meranti dan Fitria sebagai Tersangka, Ditahan di Mana?

Adil diduga memerintahkan para Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk melakukan setoran uang yang sumber anggarannya dari pemotongan uang persediaan (UP) dan ganti uang persediaan (GU).

"Masing-masing SKPD yang kemudian dikondisikan seolah-olah adalah utang pada MA (Muhammad Adil)," kata Alexander dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (7/4) dini hari.

BACA JUGA: Inilah Dosa Bupati Meranti, Terima Fee dari Travel Umrah sampai Suap BPK

Besaran pemotongan UP dan GU ditentukan Adil dengan kisaran 5-10 persen untuk setiap SKDP.

Selanjutnya setoran UP dan GU dalam bentuk uang tunai dan disetorkan kepada orang kepercayaan Adil, yaitu Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti Fitria Nengsih.

BACA JUGA: Bupati Meranti Kena OTT KPK, Uang Miliaran Rupiah Disita

Adil dengan Fitria disebut-sebut memiliki hubungan intim selain hubungan antara anak buah dan atasan.

"Setelah terkumpul, uang-uang setoran tersebut kemudian digunakan untuk kepentingan MA (Muhammad Adil), di antaranya sebagai dana operasional kegiatan safari politik rencana pencalonan untuk maju dalam Pemilihan Gubernur Riau pada 2024," kata Alex.

Dalam kasus ini, Adil sebagai penerima suap melanggar pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Lalu, Fitria sebagai pemberi melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. (tan/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Djarot Sebut PDIP Belum Terima Bupati Meranti sebagai Anggota


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler