Pak Jokowi, Pengamat Ini Rekomendasikan Kriteria Kepala BPINLP

Selasa, 20 Desember 2016 – 13:50 WIB
Emrus Sihombing. Foto: dok/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Presiden Joko Widodo dianggap telah membuat keputusan strategis dan rasional, terkait dengan rencana Jokowi membentuk suatu badan langsung di bawah presiden, yang menangani pemantapan implementasi nilai-nilai luhur Pancasila.

“Ide Presiden Jokowi tersebut suatu terobosan luar biasa di tengah dunia yang dihantui tindakan radikal dari sekelompok orang yang memaksakan kehendak dengan kekerasan, yang sering disebut sebagai teroris,” kata Direktur EmrusCorner Emrus Sihombing, Selasa (20/12). 

BACA JUGA: Pasutri Penyuap Irman Gusman Minta Dijadikan Justice Collaborator

“Fakta menunjukkan, Indonesia sudah menjadi salah satu negara yang menjadi sasaran mereka (teroris)," imbuhnya

Pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan itu mengatakan, pemantapan implementasi nilai luhur Pancasila, sebagaimana diinginkan presiden harus terwujud secara operasional. Baik itu dalam semua isi Undang-undang, kebijakan, program, tindakan aparatur negara dan segenap warga mulai dari pusat mengalir ke daerah-daerah, ke desa-desa hingga pada kelompok inti dalam suatu masyarakat yaitu keluarga.

BACA JUGA: Tinggalkan Pengadilan, Mobil Ahok Lawan Arah di Gajah Mada

Dia menilai, pembentukan badan tersebut semakin cepat semakin baik. “Untuk mewujudkan hal tersebut, presiden harus mengangkat sosok yang mampu memimpin Badan Pemantapan Implementasi Nilai Luhur Pancasila (BPINLP) tersebut,” kata dosen di Universitas Mercu Buana Jakarta ini.

Emrus berpendapat, sosok pimpinan BPINLP harus memiliki sedikitnya enam kriteria utama. Pertama, menguasai dan meresapi betul pemikiran Bung Karno. Sebab Bung Karno yang pertama kali menyampaikan Pancasila pada 1 Juni 1945 yang sekaligus juga menjadi hari kelahiran Pancasila. 

BACA JUGA: Duh... TKA Merajalela, Pemerintah Hanya Punya 1.200 Pengawas

Kedua, nasionalis religius. Hal ini penting, karena Indonesia bukan negara agama. Tetapi, negara yang mengakui keberadaan agama dalam segala aspek kehidupan. 

“Fakta di Indonesia, sejak dulu dan tentu seterusnya tumbuh dan berkembang berbagai agama yang sudah diakui di Indonesia,” paparnya.

Emrus menambahkan, Indonesia tidak mengenal mayoritas-minoritas dari aspek keimanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Yang ada, mayoritas dari aspek mana pun merangkul minoritas. 

Sedangkan minoritas dari perspektif apa pun harus menjadi berkat bagi mayoritas dalam segala bentuk yang positif. “Dengan demikian, sekalipun berbeda kepercayaan agama, tetap dibalut dalam kebersamaan dan kesatuan Indonesia,” paparnya.

Ketiga, pemikiran, pandangan dan tindakannya selama ini harus menunjukkan nilai kebangsaan Indonesia yang pluralis. Kempat, perilaku kesehariannya harus inklusif. Artinya, tidak berada dalam suatu kelompok atau organisasi sosial atas dasar suku, agama, ras yang sifatnya sangat eksklusif. 

Kelima, sosok yang mampu membangun komunikasi kebangsaan dengan berbagai kalangan kepentingan di negeri ini. “Tentu dalam koridor UUD 1945, Pancasila, NKRI dan Binneka Tunggal Ika,” paparnya.

Keenam, yang tak kalah pentingnya, sosok tersebut berkeyakinan kuat dan mampu menguji secara akademik dari perspektif filsafat moral, filsafat etika. “Terutama filsafat hukum bahwa Pancasila digali dari nilai-nilai luhur budaya kebangsaan Indonesia dan tak tergantikan oleh ideologi apa pun di dunia, sepanjang eksistensi negera Indonesia tetap terjaga,” ujar Emrus. 

Lebih lanjut dia mengatakan poin keenam ini sangat penting agar sosok tersebut mampu berdialektika di ruang publik tentang kedalaman nilai Pancasila sebagai sumber dari segala sumber aturan tertulis maupun yang tidak tertulis yang berlaku di bumi pertiwi. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Polwan Berjilbab Amankan Sidang Ahok, Ternyata Ini Sebabnya


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler