jpnn.com, JAKARTA - Ahli hukum tata negara Margarito Kamis menyatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak perlu galau melihat masifnya aksi demonstrasi mahasiswa penolak revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Rancangan KUHP.
Menurut margarito, sebaiknya Presiden Ketujuh RI itu tak mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) tentang pembatalan hasil revisi atas UU KPK sebagaimana tuntuan mahasiswa yang menggelar aksi besar-besaran.
BACA JUGA: Temui Massa Pedemo, Bamsoet Pakai Pasta Gigi
"Menurut saya, pemerintah tidak usah terlalu gelisah, tidak usah panik, tetapi keluarlah dengan argumen yang kredibel, yang berkelas," kata Margarito kepada jpnn.com, Selasa (24/9).
Akademisi kelahiran Ternate, Maluku Utara itu berpendapat bahwa UU KPK hasil revisi secara substansi masuk akal dari sudut pandang demokrasi. Oleh karena itu, katanya, Presiden Jokowi bersama pemerintah tidak boleh lagi muncul dengan argumen-argumen artifisial dan tidak berkelas hanya demi menjelaskan semangat dalam perubahan UU KPK.
BACA JUGA: Ini Saran Presiden Jokowi untuk Masyarakat Penolak RKUHP
"Muncullah dengan argumen berkelas. Apa argumen berkelas itu? Mereka harus letakkan RUU itu dalam konsep negara hukum, dalam konsep rule of law (aturan hukum), serta konsep transparansi dan akuntabilitas. Itu yang mesti didialogkan, itu yang mesti dikenali secara detail oleh pemerintah," tutur Margarito.
Mantan staf khusus menteri sekretaris negara itu mencontohkan ketentuan tentang penyadapan dalam hasil Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK). Dalam UU KPK hasil revisi, ada Dewan Pengawas yang akan memantau penyadapan oleh penyidik di lembaga antirasuah itu.
BACA JUGA: Sebaiknya Pak Jokowi Keluarkan Perppu Pembatalan UU KPK ketimbang Dipaksa Turun Takhta
Margarito menegaskan, ketentuan itu justru dalam rangka rule of law dan demokrasi. Menurutnya, pengawasan diperlukan dalam konsep akuntabilitas dan transparansi.
"Masalahnya adalah kita mau transparan, mau akuntabel atau tidak? Kita mau transparan, mau akuntabel, karena itu diharuskan oleh rule of law, maka kita mesti menerima itu (perubahan UU KPK),” tutur peraih gelar doktor ilmu hukum dari Universitas Indonesia itu.
Mantan anggota tim seleksi calon pimpinan KPK itu pun meminta Presiden Jokowi tak menerbitkan perppu untuk membatalkan UU KPK. Jokowi, katanya, tak perlu mengulangi langkah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang saat menjadi presiden mengeluarkan Perppu Pilkada.
SBY jelang masa akhir jabatannya sebagai presiden pada 2014 menerbitkan perppu untuk membatalkan ketentuan dalam UU Pilkada hasil revisi tentang pemilihan wali kota, bupati dan gubernur oleh DPRD. Margarito menyebut Perppu Pilkada tidak memperbaiki keadaan, namun malah memperparah keadaan.
"Pengalaman mengenai UU Pilkada itu masih ada di kepala saya, kita menghendaki pilkada yang dipilih DPRD untuk menekan biaya-biaya dan cara kita mengurangi korupsi, ternyata dikembalikan lagi dan nyatanya keadaan tidak berubah," tandas Margarito.(fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam