jpnn.com - JAKARTA - Rencana Kementerian Keuangan menaikkan cukai rokok hingga 57 persen untuk menggenjot penerimaan negara terus mendapat penolakan. Pihak yang menentang rencana itu bukan hanya dari petani tembakau, tetapi juga anggota DPR RI yang duduk di komisi pajak dan keuangan.
Adalah M Misbakhun, anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Golkar yang bersuara lantang untuk menolak rencana pemerintah menaikkan cukai rokok. Menurutnya, banyak warga yang menggantungkan hidup dari industri rokok. Karenanya jika cukai rokok dinaikkan, imbasnya bisa pada pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang dialami ribuan pekerja pabrik rokok.
BACA JUGA: Bu Rini Banggakan Diri Pernah Jadi Direktur Keuangan Zaman Baheula
“Pemerintah harus berpikir ulang untuk menaikkan cukai rokok yang dibebankan pada industri kretek nasional. Ada aspek ekonomi-sosial yang harus dijadikan dasar pertimbangan dalam membuat kebijakan. Jangan asal menaikkan,” ujar Misbakhun, Senin (3/8) di Jakarta.
Anggota DPR dari daerah pemilihan Jawa Timur II yang meliputi Kabupaten Pasuruan, Kota Pasuruan, Kabupaten Probolinggo dan Kota Probolinggo itu merinci, pada 2014 lalu di Jawa Timur terjadi PHK massal terhadap pekerja pabrik rokok. Misalnya, 1000 buruh Bentoel di Malang terkena PHK. Selanjutnya ada 4.900 pekerja HM Sampoerna juga kena PHK karena dua pabriknya di Lumajang dan Jember, Jawa Timur berhenti beroperasi. Sedangkan Gudang Garam di Kediri juga melakukan PHK atas 2000 pegawainya.
BACA JUGA: Harga di Luar Jawa Kurang Terkendali, Inflasi Juli Tinggi
Anggota Komisi XI DPR M Misbakhun. Foto: dokumen JPNN.Com
BACA JUGA: Pemerintah Siapkan Insentif demi Tarik Investor Masuk KEK
“Jadi memerintah harus memerhatikan dampak kenaikan cukai, seperti PHK massal dan gulung tikarnya perusahaan rokok golongan kecil dan menengah," ucapnya.
Misbakhun lantas mengingatkan besarnya penerimaan negara dari cukai rokok. Tahun lalu, katanya, negara mendapat pemasukan Rp 116 triliun. Sedangkan target penerimaan negara dari cukai rokok tahun ini adalah Rp 139 triliun.
Namun ia pesimistis negara akan mendapat pemasukan lebih besar melalui kenaikan cukai rokok. “Makin tinggi nilai cukai, makin besar potensi kematian pabrik, dimulai dari golongan menengah ke bawah,” ulasnya.
Kalaupun pemerintah menggunakan alasan kesehatan untuk menaikkan cukai rokok, Misbakhun tak sepenuhnya setuju. Sebab, katanya, di pasaran justru beredar minuman berpemanis yang membahayakan kesehatan namun tidak dikenai cukai.
Menurutnya, justru minuman berpemanis itu bisa dikenai cukai untuk mendongkrak penerimaan negara karena yang mengonsumsi tidak mengenal kelompok umur.
“Jenis minuman ini sesungguhnya peredarannya harus dikendalikan sehingga patut untuk dikenai cukai. Minuman berpemanis ini peredarannya massif, bahkan dikonsumsi oleh semua kelompok umur tanpa ada peringatan bahaya bagi pengonsumsinya. Jadi pemerintah jangan lagi menaikkan cukai rokok terus menerus dikaitkan dengan isu kampanye untuk kesehatan,” pungkasnya.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Adhi Karya Tunggu Perpres Pengerjaan LRT
Redaktur : Tim Redaksi