jpnn.com - Pak Ngateman namanya. Seorang kakek yang viral di media sosial karena melemparkan kertas ke arah Presiden Jokowi yang tengah berada di mobil kepresidenan dalam kunjungan ke Lumajang, Jawa Timur (7/12).
Pak Ngateman menjadi orang misterius karena membuat netizen penasaran mengenai identitasnya dan tulisan kertas yang dilemparkannya.
BACA JUGA: Jeruk Jokowi
Selama berhari-hari identitas Pak Ngateman tidak diketahui publik. Baru belakangan identitasnya diketahui, setelah seorang netizen mengunggah foto dan nama beserta isi surat yang dilemparkan Pak Ngateman ke arah Jokowi.
Video Pak Ngateman yang nekat menerobos barisan paspampres dan melempar kertas ke arah Jokowi menuai banyak komentar netizen. Banyak yang penasaran melihat kenekatan sang kakek menerobos penjagaan ketat polisi dan tentara.
BACA JUGA: Lihat Tuh, Jaket Bomber Jokowi Keren Banget, Dipakai Buat Resmikan Bandara Tebelian
Banyak yang heran mengenai kejituan lemparan sang kakek sehingga bisa tepat mengenai tangan Jokowi dan jatuh ke pangkuan Jokowi.
Iring-iringan mobil kepresidenan memang berjalan pelan, dan seperti biasa Jokowi membuka kaca dan menyapa warga yang menyambutnya berderet-deret di sepanjang jalan.
BACA JUGA: Mahfud MD Bicara Tentang Anwar Abbas, Tolong Disimak Baik-baik!
Kali ini Jokowi tidak melempar hadiah berupa suvenir atau barang lain. Namun, kali ini justru ada warga yang melempar ‘’hadiah’’ untuk Jokowi.
Komentar netizen bermacam-macam. Ada yang mempertanyakan kesigapan Pasukan Pengamanan Presiden dalam mengamankan presiden dari terobosan intruder atau penyusup.
Kalau seorang kakek bisa menyusup dan menerobos lalu melemparkan kertas tepat ke arah presiden, bagaimana kalau ada intruder yang berniat jahat untuk mencelakai presiden.
Mungkin netizen membayangkan apa yang terjadi terhadap Presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy yang tewas tertembak pada 1963 ketika konvoi presiden melintas di Dallas dalam kecepatan rendah.
Seorang sniper, Lee Harvey Oswald, membidikkan senapan ke arah Kennedy dan pelurunya menembus dada sang presiden yang kemudian tewas.
Bung Karno pernah menjadi korban rencana pembunuhan pada sebuah perayaan di sekolah dasar di Cikini, Jakarta, 1957. Ketika sedang berada di mobil, muncullah Jusuf Ismail bersama teman-temannya yang melemparkan sejumlah granat ke arah rombongan presiden.
Ledakan keras beruntun mengakibatkan sepuluh anak SD tewas dan belasan lainnya terluka. Presiden Soekarno yang hadir bersama dua anaknya, Guntur dan Megawati, selamat tanpa luka.
Pak Ngateman bukan Jusuf Ismail atau Lee Harvey Oswald. Pak Ngateman tidak melempar granat. Ia hanya melempar secarik kertas ke arah Jokowi. Pak Ngateman ingin mengadukan program bantuan usaha mikro oleh pemerintah yang dianggapnya tidak tepat sasaran.
Surat cinta Pak Ngateman itu dibeberkan oleh seorang netizen yang berhasil memotret Pak Ngateman bersama seorang anggota tentara.
Surat cinta itu menyebutkan bahwa bantuan usaha mikro oleh pemerintah tidak tepat sasaran, karena banyak orang yang seharusnya berhak, tetapi belum menerima bantuan itu. Ngateman menulis daftar nama yang belum menerima bantuan, termasuk dirinya.
Cara nekat Pak Ngateman ini pernah dilakukan oleh Suroto, seorang pengusaha ternak asal Blitar yang membentangkan poster protes ketika konvoi Presiden Jokowi melintasi Blitar menuju ke Jawa Tengah, September lalu. ‘’Pak Jokowi, Bantu Peternak Membeli Jagung dengan Harga Wajar’’. Begitu bunyi poster Suroto.
Jokowi tidak membaca poster itu karena konvoi berlari dalam kecepatan tinggi. Namun, akibat membentangkan poster itu Suroto diamankan dan dibawa ke kantor polisi untuk diinterograsi. Kasusnya kemudian viral dan diliput luas oleh media.
Pesan Suroto kemudian sampai kepada Jokowi yang memerintahkan timnya untuk mengundang Suroto ke Istana.
Suroto pun berangkat ke Istana dan bertemu Jokowi. Setelah pertemuan itu Suroto mendapat kiriman jagung premium 20 ton untuk pakan ternak.
Protes ala Suroto yang sukses ini mungkin mengilhami banyak orang untuk melakukan protes dengan cara lain yang lebih kreatif.
Petani jeruk di Karo, Sumatera Utara, punya cara tersendiri untuk menyampaikan protes kepada Jokowi. Mereka mengirim tiga ton jeruk hasil panen ke Istana Kepresidenan.
Para petani itu mengirim pesan kepada Jokowi minta supaya infrastruktur jalan di daerahnya diperbaiki. Selama ini, hasil panen jeruk tidak bisa dikirim ke pasar karena kondisi jalan yang rusak parah.
Jokowi menerima sendiri kiriman jeruk itu, tetapi belum ada reaksi terhadap protes para petani itu.
Masing-masing orang mempunyai cara melakukan protes masing-masing. Ketika saluran protes secara formal tidak efektif, maka publik menggunakan caranya sendiri untuk menyalurkan protesnya.
Ada yang melakukannya dengan cara Suroto. Ada cara petani Karo, ada pula cara sederhana seperti yang dilakukan Pak Ngateman.
Ada pula cara menohok langsung seperti yang dilakukan oleh Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia KH Anwar Abbas.
Dalam kesempatan memberi sambutan pada acara ‘’Kongres Ekonomi Umat Islam’’ yang dihadiri Jokowi (11/12), Anwar Abbas mengkritik ketimpangan kepemilikan tanah di Indonesia.
Akibat kritik mendadak dan menohok itu Jokowi batal membacakan sambutan tertulis yang sudah disiapkan. Jokowi kemudian memakai kesempatan pidato pembukaan untuk menjawab kritik Anwar Abbas.
Momen ini menjadi viral dan mendapat tanggapan luas. Ada yang mendukung Anwar Abbas karena menganggap kritik adalah hak semua warga negara. Ada yang menanggapinya dengan keras seperti yang dilakukan oleh Ali Mochtar Ngabalin.
Jokowi juga menanggapi kritik itu dengan cukup keras. Nada bicara dan gestur tubuhnya menunjukkan bahwa dia marah. Jokowi mengakui bahwa memang terjadi ketimpangan karena pembagian tanah ratusan ribu hektare kepada orang-orang kaya, tetapi Jokowi dengan tegas mengatakan bukan dia yang membagi-bagi tanah itu.
Ali Mochtar Ngabalin—seperti biasa—lebih emosional menghadapi kritik Anwar Abbas. Ngabalin pernah menyebut Anwar Abbas berotak sungsang karena kritik kerasnya kepada Jokowi. Kali ini Ngabalin menganggap kritik Anwar Abbas sebagai kritik dungu.
Dalam berbagai kesempatan Jokowi mengaku biasa menerima kritik sekeras apa pun. Ia mengkritik polisi yang menghapus mural yang bergambar sosok mirip Jokowi yang belakangan banyak bermunculan.
Menurut Jokowi kritik mural seperti itu adalah hal kecil yang sudah biasa dia hadapi sehari-hari. Karena itu polisi tidak perlu bertindak berlebihan.
Secara retoris Jokowi sering mengatakan bahwa siapa pun bebas melakukan kritik. Namun, reaksi Istana terhadap kritik Anwar Abbas--seperti yang ditunjukkan oleh Ngabalin--membuktikan bahwa Istana masih merasa risi oleh kritik, dan masih tetap bereaksi keras terhadap kritik-kritik keras.
Pak Ngateman memilih caranya sendiri dalam melontarkan kritik. Mungkin dia tidak tahu bahwa dia punya perwakilan di parlemen yang bisa menyuarakan kritiknya.
Mungkin Pak Ngateman sudah pernah menemui anggota dewan untuk menyampaikan keluhan, tetapi tidak ada perubahan.
Karena itu Pak Ngateman memakai caranya sendiri untuk menyampaikan protesnya. Dia langsung melemparkan materi protes itu ke arah Jokowi.
Dia tahu bahwa surat itu bisa dikirim melalui pos atau cara pengiriman lainnya. Namun, dia tahu bahwa cara itu akan sia-sia karena belum tentu akan sampai kepada Jokowi.
Pak Ngateman memakai caranya sendiri untuk menyampakian protesnya. Mungkin akan bermunculan Ngateman lain yang akan melakukan protes dengan cara-cara baru yang lebih mengejutkan. (*)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur : Adek
Reporter : Cak Abror