Pakar Hukum Bilang Begini Soal Kemungkinan Putusan Hakim Pada Praperadilan Firli

Jumat, 15 Desember 2023 – 22:26 WIB
Ilustrasi - Pakar hukum Prof Agus Surono bicara kemungkinan putusan hakim terkait praperadilan yang diajukan Firli Bahuri. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Pakar Hukum Pidana Universitas Pancasila (UP) Prof Agus Surono mengatakan terbuka kemungkinan hakim yang menangani praperadilan yang diajukan Firli Bahuri memutuskan status tersangka Ketua KPK yang diberhentikan sementara itu, tidak sah.

Kemungkinan sangat terbuka apabila hakim melihat proses penyelidikan dan juga penyidikan terhadap hal yang dituduhkan pada Firli tidak dilakukan sesuai asas due process of law.

BACA JUGA: Gema Cita Gelar Aksi Dukung Firli, Minta Hakim Putus Perkara Dengan Nurani

Firli sebelumnya mengajukan praperadilan ke PN Jakarta Selatan setelah ditetapkan sebagai tersangka dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syarul Yasin Limpo (SYL) oleh Polda Metro Jaya.

"Berdasarkan ketentuan Pasal 17 jo Pasal 21 ayat (1) KUHAP, proses penyidikan suatu perkara pidana harus dilakukan secara prudent (kehati-hatian). Hal ini sangat penting sebagai wujud dari implementasi asas due proses of law dalam penegakan hukum perkara pidana,” ujar Prof Agus dalam keterangannya, Jumat (15/12).

BACA JUGA: Penyidik Utusan Karyoto Ungkap Latar Belakang Penetapan Tersangka Firli Bahuri

Prof Agus mengatakan penetapan tersangka juga harus didasarkan pada alat bukti yang cukup sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 14 jo Pasal 17 jo Pasal 21 KUHAP jo Pasal 183 JUHAP jo Pasal 184 KUHAP serta Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014.

"Apabila tidak didasarkan pada alat bukti yang cukup, maka cacat hukum dan tidak sah penetapan Firli Bahuri sebagai tersangka,” ucapnya.

BACA JUGA: Korupsi APD Covid-19, Irjen Kemenag Mangkir dari Panggilan KPK

Agus lebih lanjut mengatakan dua alat bukti yang harus dibuktikan bukan hanya terkait formalitas saja, tetapi yang memiliki relevansi dengan yang dituduhkan.

“Apabila hal tersebut tidak terpenuhi yaitu terkait syarat kuantitas, kualitas (subtansi materiel) dan ada relevansinya antara alat bukti dengan peristiwa pidana yang disangkakan kepada tersangka, maka proses hukum penetapan tersangka tidak sah dan cacat hukum,” katanya.

Prof Agus lantas menyebut Pasal 183 KUHAP yang berbunyi ‘hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya’.

Menurut Prof Agus, subtansi keterangan saksi yang disampaikan terkait adanya suatu peristiwa pidana selain mempunyai kualitas, juga harus relevan terkait tindak pidana yang dipersangkakan.

“Dapat disimpulkan, untuk dapat menetapkan seseorang menjadi tersangka atas perbuatan yang diduga dilakukan harus terpenuhi syarat formal atau syarat kuantitas alat bukti sebagaimana dimaksud pada Pasal 184 ayat (1) KUHAP," ucapnya.

Kemudian, juga harus memenuhi subtansi (materiel) alat bukti sesuai dengan kualitas masing-masing alat bukti dan masing-masing alat bukti yang memenuhi kualitas tersebut harus juga relevan dengan dengan mens rea maupun actus rea dari calon tersangka.

“Dengan demikian, apabila penyidik tidak mampu membuktikan unsur-unsur delik yang disangkakan dan tidak dapat memenuhi ketiga syarat secara kumulatif sebagai alat bukti, maka seseorang tidak dapat disangkakan telah melakukan tindak pidana karena unsur-unsur deliknya tidak terpenuhi,” katanya.

Menurut Prof Agus, ketika hakim praperadilan dalam putusannya menyatakan penetapan tersangka tidak sah atau penyidikannya tidak sah, maka termohon wajib melaksanakan putusan tersebut.

"Kemudian atas dasar putusan tersebut menghentikan proses penyidikan dalam perkara aquo dan oleh karenanya mempunyai kewajiban menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3),” kata Prof Agus. (gir/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!

BACA ARTIKEL LAINNYA... Wakil Kepala BPIP: Pemberantasan Korupsi Tak Cukup Dilakukan KPK, Tetapi


Redaktur & Reporter : Kennorton Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler