jpnn.com - JAKARTA - Dugaan pembukaan kotak surat suara yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada penyelenggaraan pemilu pilpres pada Juli 2014 dipersoalkan oleh pakar hukum Saiful Bahri mempersoalkan. Menurutnya, apabila muncul gugatan dari salah satu pasangan calon karena dianggap telah terjadi kecurangan KPU seharusnya menunggu persetujuan dari Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membuka kotak surat suara.
Saiful yang juga menjabat sebagai Ketua bidang Hukum Asosiasi Dosen Indonesia (ADI) menganggap, Surat Edaran nomor 1446/KPU/VII/2014 yang dikeluarkan KPU tanggal 25 Juli 2014 telah melanggar aturan pemilu.
BACA JUGA: Jokowi: Keliru, Ngelamar Menteri di Kantor Transisi
"Tanggal 22 Juli seluruh tahapan penyelenggaraan pilpres sudah selesai dilaksanakan dan hasilnya telah ditetapkan KPU. Seluruh kotak suata yang berisi dokumen pemilu harusnya tidak bisa dibuka kecuali atas perintah MK," kata Saiful.
Dia lantas membenarkan apabila terjadi pelanggaran, maka hal itu dapat dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Nah, untuk KPU laporan ini akan ditindaklanjuti kepada Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP).
BACA JUGA: Waktu dan Biaya Terbatas, Jokowi Gagas e-Blus
"Selanjutnya, DKPP dalam waktu empat hari sudah ada keputusan tekait dengan pelanggaran etik untuk menindaklanjuti laporan pemohon," ujar dia.
Menurut Saiful, terkait persoalan tersebut DKPP bisa menon-aktifkan pengurus KPU, tetapi ini tidak menguntungkan pemohon karena proses legal terhadap penyelenggaraan pilpres tetap berjalan. Nah, dengan demikian pelanggaran pembukaan kotak suara ini dapat dijadikan alat bukti kepada MK.
BACA JUGA: Ruhut Pening Ditanya Anas soal Duit Kongres
Saiful mengatakan, keputusan MK dalam sengketa ini bisa ada dua. Yakni, bisa dengan pemilu ulang, serta yang kedua bisa dengan mendiskualifikasi salah satu pasangan kemudian memenangkan pasangan lain.
Sebelumnya Maqdir Ismail selaku anggota Tim Kuasa Hukum Pasangan Capres-Cawapres Prabowo-Hatta menyatakan telah menyiapkan bukti untuk menguatkan dalil-dalil pemohon di Mahkamah Konstitusi.
Menurut dia, bukti yang akan diajukan berupa formulir C1, formulir DA1, Formulir DB1 dan beberapa bukti lain yang mencapai ribuan jumlahnya. "Ada kemungkinan bukti yang diajukan itu lebih banyak daripada yang dimiliki KPU pusat sendiri," katanya.
Maqdir mengatakan telah memohon kepada MK untuk menetapkan perolehan suara pasangan Prabowo-Hatta mendapatkan 67.139.153 suara (50,25 persen) dan pasangan calon presiden dan wakil presiden, Joko Widodo-Jusuf Kalla mendapatkan 66.435.124 suara (49,75 persen).
Jika mahkamah berpendapat lain, kata Magdir, maka tim kuasa hukum Prabowo-Hatta meminta MK menyatakan pemungutan suara ulang (PSU) di seluruh TPS se-Indonesia atau paling tidak MK memerintahkan KPU untuk melakukan PSU 55.485 TPS bermasalah.
Menurut dia, kecurangan-kecurangan yang terjadi di 55.485 TPS telah memunculkan suara bermasalah sebesar 22.543.811. (mas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Fungsikan Kantor Transisi, Jokowi Dinilai Sakiti Pendukung Prabowo
Redaktur : Tim Redaksi